Senin, 16 April 2012

MORFOLOGI TANAH LATOSOL DARMAGA DAN ANDOSOL SUKAMANTRI


BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Sifat morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat-sifat morfologi tanah merupakan sifat-sifat fisik dari tanah tersebut. Sifat fisik dan morfologi tanah tersebut meliputi batas-batas horison, warna tanah, tekstur dan struktur tanah, konsistensi, drainase tanah, kerapatan lindak (bulk density), pori-pori tanah, potensi mengembang dan mengerut (nilai COLE), kematangan tanah (nilai-N), dan sifat-sifat lain seperti keadaan batuan, padas (Pan), kedalaman efektif dan lereng.
Penyebaran jenis-jenis tanah di Indonesia yang termasuk subur adalah adalah tanah-tanah Inceptisol, Entisol, Vertsol, Alfisol. Tanah-tanah ini sebagian besar sudah diusahakan manusia. Walaupun termasuk tanah yang cukup subur, tetapi untuk peningkatan produksi masih diperlukan saha-usaha intensifikasi antara lain dengan pemupukan dan pemeliharaan tanah dan tanaman yang sebaik-baiknya.
Tanah-tanah yang belum diusahakan di Indonesia umumnya tinggal tanah-tanah yang kurang baik yang disebut tanah marginal. Walaupun demikian dengan kemajuan-kemajuan tekologi, tanah-tanah ini pun di masa mendatang akan dapat diusahakan dengan baik. Tanah- tanah marginal ini sekarang merupakan sasaran pemerintah untuk melakukan perluasan areal pertanian (ekstensifikasi).
Melalui kegiatan pengamatan morfologi tanah, akan dilakukan pendeskripsian informasi dari dalam profil dan kondisi lingkungan sekitarnya. Dari situ akan diketahui kemampuan atau kesesuaian tanah dari masing-masing jenis tanah untuk penggunaan-pengunaan tanah tertentu.

B.Tujuan
1.      Mahasiswa dapat mendeskripsikan profil tanah yang dibuat di kebun percobaan Sukamantri dan di sekitar kampus Darmaga dengan baik tanpa harus mengklasifikasikannya.
2.      Dapat membandingakan morfologi tanah Latosol dan Andosol yang diperoleh, serta membandingkannya dengan literatur.

C. Tinjauan Pustaka
Soepardi (1983) mengemukakan bahwa berdasarkan Peta Tanah Bagan tahun 1976, luas total daratan Indonesia diduga sekitar 190.9 juta ha, yakni sedikit di bawah angka yang dikemukakan oleh Biro Pusat Statistik (1982) yaitu 192 juta ha. Selanjutnya dikemukakan seluas lebih dari 27 juta ha merupakan tanah organik dan di antara itu pula terdapat seluas 4.6 juta lahan yang dipengaruhi pasang surut. Sementara itu Sitorus (1989) mengemukakan bahwa dengan menggunakan angka dugaan Harrop (1974) dimana dari seluruh luas daratan Indonesia terdapat 64.35 juta ha lahan yang dapat ditanami, berarti hanya sekitar sepertiga dari jumlah lahan di atas yang dapat digunakan untuk produksi bahan makanan.
Berdasarkan topografi atau kelas kemiringan lahan, Djaenuddin dan Sudjadi (1987) mengemukakan terdapat sekitar 133.7 juta ha lahan kering yang tersebar di pulau-pulau utama di luar Jawa yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Apabila diasumsikan hanya lahan dengan kemiringan <15% yang sesuai untuk pengembangan tanaman pangan, berarti sekitar 47.23 juta ha atau 35.3 % dari lahan kering yang tersedia untuk tanaman pangan. Sementara itu Lembaga Penelitian Tanah (1969) mengemukakan terdapat sekitar 72.2 juta ha lahan dari 5 jenis tanah utama di Indonesia (organosol, podsolik, aluvial, podsol dan latosol) dengan kemiringan kurang dari 15% pada 4 pulau utama di luar Jawa seperti terlihat pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1 di luar organosol yang termasuk kategori lahan basah, maka terdapat sekitar 45.1 juta ha lahan dengan kemiringan kurang dari 15%, berada di bawah perkiraan.

Tabel 1.  Luas dan Penyebaran Lima Jenis Tanah Utama dengan Kemiringan <15% pada Empat Pulau Utama di Indonesia
Pulau
Luas (juta ha)
Sumatera
Kalimantan
Sulawesi
Papua
Total
Organosol
14.2
6.2
-*)
6.7
27.1
Podsolik
9.6
10.9
1.4
5.1
27.0
Aluvial
2.4
4.3
0.8
6.8
14.3
Podsol
0.8
2.5
-
-
3.3
Latosol
0.5
-
-
-
0.5
TOTAL
27.5
23.9
2.2
18.6
72.2
Sumber : Lembaga Penelitian Tanah (1969)
Ket      : *) tidak tercatat
            Mengikuti data atau perhitungan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa potensi lahan untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia masih cukup besar. Akan tetapi angka luas areal yang berpotensi untuk dikembangkan tersebut masih bersifat eksploratif dan sangat kasar sehingga hanya merupakan  indikasi yang masih memerlukan penelitian-penelitian lebih lanjut (Sitorus, 1989).
Dari tabel 1 terlihat bahwa dari ketiga jenis tanah utama tipikal lahan kering yang kemiringannya <15% (podsolik, aluvial, podsol dan latosol), jenis tanah podsolik adalah yang terluas yaitu 27 juta hektar. Tanah podsol pada umumnya mempunyai tingkat produktifitas sangat rendah. Oleh karena itu sebaiknya tidak dijadikan areal pertanian, melainkan tetap dibiarkan sebagai hutan (Sitorus, 1989). Selanjutnya dikemukakan bahwa tanah podsol sering dijumpai di atas bahan induk pasir kuarsa yang miskin unsur hara (misalnya podsol di Kalimantan Tengah).
Percobaan Sumarsono (2004) di  tanah latosol kebun percobaan  Tajur Bogor  yang  menunjukkan analisis 58,88 % liat, 32,16 % debu dan 8,96 % pasir. Analisis contoh tanah  penelitian menunjukkan kandungan 0,160 % N, 0,80 ppm P-tersedia dan 1,89 % C.
BAB 2
ISI
A.  Hasil Pengamatan
1.    Tanah Latosol Darmaga
Data profil Blok 1
No Lapisan
I
II
III
IV
Simbol horison
A
A
B
B
Kedalaman lapisan
0-4 cm
4-28 cm
29-54 cm
57-98 cm
Batas horison
a
g
c
d
a
g
c
d
a
g
c
d
a
g
c
d
s
w
i
b
s
w
i
b
s
w
i
b
s
w
i
b
Warna (Jepang/Amerika)
7,5 YR 2,5/3 very dark brown
7,5 YR 3/4 dark brown
7,5 YR 4/4 brown
7,5 YR 4/6 strong brown
Tekstur

C


C


C


C

Si
L
S
Si
L
S
Si
L
S
Si
L
S

G


G


G


G

Struktur

VF
pl

VF
pl

VF
pl

VF
pl
0

p
0

p
0

p
0

p

F
cp

F
cp

F
cp

F
cp
1

b
1

b
1

b
1

B

M
ab

M
ab

M
ab

M
ab
2

sb
2

sb
2

sb
2

sb

C
g

C
g

C
g

C
g
3

cr
3

cr
3

cr
3

cr

VC
l

VC
l

VC
l

VC
l


m


m


m


m

B
L
K
B
L
K
B
L
K
B
L
K
Akar
Halus
b
s
sd
b
s
sd
b
s
sd
b
s
sd
Sedang
b
s
sd
b
s
sd
b
s
Sd
b
s
sd
Kasar
b
s
sd
b
s
sd
b
s
sd
b
s
sd
Top soil
0-28 cm
Kedalaman efektif: -
79 cm

































Data profil Blok 2
No Lapisan
I
II
III
IV
V
Simbol horison
A
A
A
B
B
Kedalaman lapisan
0-25 cm
25-43 cm
43-64 cm
64-83 cm
83-146 cm
Batas horison
a
G
c
d
a
g
c
d
a
g
c
d
a
g
c
d
a
g
c
d
s
w
i
b
s
w
i
b
s
w
i
b
s
w
i
b
s
w
i
b
Warna (Jepang/Amerika)
7,5 YR 3/4 dark brown
5 YR 3/4 dark raddish brown
5 YR 3/4 dark raddish brown
5 YR 4/4 raddish brown
5 YR 4/6 yellowish red
Tekstur

C


C


C


C


C

Si
L
S
Si
L
S
Si
L
S
Si
L
S
Si
L
S

G


G


G


G


G

Struktur

VF
pl

VF
pl

VF
pl

VF
pl

VF
pl
0

p
0

p
0

p
0

p
0

p

F
cp

F
cp

F
cp

F
cp

F
cp
1

b
1

b
1

b
1

B
1

B

M
ab

M
ab

M
ab

M
ab

M
ab
2

sb
2

sb
2

sb
2

sb
2

sb

C
g

C
g

C
g

C
g

C
g
3

cr
3

cr
3

cr
3

cr
3

cr

VC
l

VC
l

VC
l

VC
l

VC
l


m


m


m


m


m

B
L
K
B
L
K
B
L
K
B
L
K
B
L
K
Akar
Halus
b
s
sd
b
s
sd
b
s
sd
b
s
sd
b
s
sd
Sedang
b
s
sd
b
s
sd
b
s
Sd
b
s
sd
b
s
sd
Kasar
b
s
sd
b
s
sd
b
s
sd
b
s
sd
b
s
sd
Top soil
0-37 cm
Kedalaman efektif : -
100 






































2.    Tanah Andosol Sukamantri
Data profil Blok A
No Lapisan
I
II
III
IV
V
Simbol horison
A
A
B
B
B
Kedalaman lapisan
0-49 cm
0-49 cm
9-52 cm
32-48 cm
48-67 cm
Warna (Jepang/Amerika)
10 YR 2/1 black
10 YR 2/2 very dark brown
7,5 YR 2,5/2 very dark brown
10 YR 2/2 very dark brown
7,5 YR 2,5/3 very dark brown
Tekstur
Lempung berdebu, sangat gembur
Lempung berdebu
Lempung berdebu, gembur
Lempung berdebu, gembur
Lempung berdebu, gembur
Struktur
Remah halus
Remah
Remah
Remah
Remah
Konsistensi
-
Agak lekat, sangat plastis
Agak lekat, agak plastis
Agak lekat, agak plastis
Agak lekat, agak plastis
Top soil
-
Kedalaman efektif : >67 cm
-











Data profil Blok B
No Lapisan
I
III
IV
V
Simbol horison
A
B
B
R
Kedalaman lapisan
0-13 cm
13-22 cm
22-36 cm
36-70 cm
Warna (Jepang/Amerika)
7,5 YR 2,5/3 very dark brown
7,5 YR 2,5/2 very dark brown
7,5 YR 3/4 dark brown
7,5 YR 3/3 dark brown
Tekstur
Lempung berdebu, gembur
Lempung berdebu
Lempung berdebu
Lempung berdebu
Struktur
Remah
Gumpal bersudut
Remah
Remah
Konsistensi
Tidak lekat, plastis
Tidak lekat, plastis
-
-
Perakaran
Banyak akar sedang (2-20 %)
Sedikit akar sedang dan halus (<2 %)
Akar sedikit
-
Top soil
-
Kedalaman efektif : -
-










Data profil Blok C
No Lapisan
I
III
IV
V
Simbol horison
A
A
B
B
Kedalaman lapisan
0-29,5 cm
29,5-43 cm
43-63 cm
63-99 cm
Warna (Jepang/Amerika)
10 YR 2/2 very dark brown
7,5 YR 2,5/3 very dark brown
7,5 YR 3/4 dark brown
7,5 YR 4/4 brown
Tekstur
Lempung berdebu
Lempung berdebu
Lempung berpasir
-
Struktur
Remah halus
Remah halus
Gumpal membulat sedang
Gumpal membulat kasar
Konsistensi
Tidak lekat, agak plastis
Agak lekat, agak plastis
Tidak lekat, agak plastis
Agak lekat, agak plastis
Top soil
-
Kedalaman efektif : > 92 cm
-









B.  Pembahasan
Latosol adalah tanah yang bersolum dalam, mengalami pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horizon baur, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, konsistensi gembur dengan stabilitas agregat kuat dan terjadi penumpukan relatif seskwioksida di dalam tanah sebagai akibat pencucian silikat. Warna tanah merah, cokelat kemerahan, cokelat, cokelat kekuningan atau kuning, tergantung bahan induk, warna batuan, iklim dan letak ketinggian. Di indonesia ditemukan terutama di daerah volkanik baik berasal dari tufa maupun batuan beku (Nugroho,et al.2009).
Andosol adalah tanah yang berbahan induk abu volkan, merupakan tanah yang relatif muda dibandingkan Latosol dan Podzolik, yang sifat-sifatnya sangat ditentukan oleh mineral liat yang dikandungnya yaitu alofan yang bersifat amorf. Tanah ini mempunyai horizon A tebal yang berwarna hitam karena kaya bahan organik, tetapi tidak mempunyai horizon A, dengan horizon B berwarna kuning pucat, cokelat kekuningan atau cokelat diikuti dengan endapan abu volkan terlapuk sampai ke horizon C. Umumnya mempunyai kejenuhan basa relatif rendah tetapi mempunyai Al dapat ditukar relatif tinggi. Terbawa oleh sifat mineral liat dominan yang dimilikinya maka Andosol mempunyai sifat tiksotrofik, mempunyai kemampuan mengikat air besar, porositas tinggi, bobot isi rendah, gembur dan tidak plastis dan tidak lengket serta kemampuan fiksasi fosfat yang tinggi (Nugroho,et al.2009).
Tanah Andosol yang terdapat di kebun percobaan Sukamantri terbentuk dari abu volkan gunung Salak yang bersenyawa dengan bahan organik. Pada lapisan atasnya lebih hitam daripada bawahnya. Kedalaman efektifnya lebih dari 67 cm dan batas antar lapisannya bergelombang. Kedalaman efektif ini bisa lebih dalam atau lebih dangkal daripada solumnya, tergantung pada sifat tanahnya. Strukturnya remah yaitu lebih porous dan banyak terdapat pori-pori atau berlubang. Nilai BI harus kurang dari 0,85 karena tanah ini ringan. Lapisan dari tanah andosol disini seperti berlemak.
Tanah Latosol yang ada di daerah Darmaga bertopografi agak curam. Vegetasi yang ada adalah jati, pisang, rambutan, dan rumput-rumputan. Mempunyai konsistensi yang gembur saat lembab, kecuali pada horizon B konsistensinya teguh. Sedangkan pada keadaan basah umumnya lekat dan plastis.
Menurut Sitorus (1989), tanah latosol umumnya juga miskin unsur hara, bereaksi masam sampai agak masam, dan mengandung kadar bahan organik yang rendah. Akan tetapi tanah tersebut mempunyai keadaan fisik yang lebih baik dari podsolik, sehingga relatif lebih mudah untuk meningkatkan produktifitasnya, oleh karena itu tanah latosol bersama-sama dengan tanah aluvial yang relatif lebih subur pada umumnya telah diusahakan oleh petani, sehingga ketersediaannya untuk perluasan areal sangat terbatas.
Tanah podsolik lebih besar potensinya untuk dikembangkan bagi perluasan areal pertanian lahan kering. Menurut Sitorus (1989) tanah podsolik mempunyai sifat fisik kimia seperti pH rendah (masam), miskin unsur hara, yang pada umumnya terdapat pada berbagai jenis bahan induk seperti tufa  masam, batuan pasir (sandstones) atau endapan kuarsa, dan peka terhadap erosi. Sudjadi dalam Mulyani (1994) mengemukakan bahwa tanah podsolik pada umumnya mempunyai tingkat kesuburan dan produktifitas rendah. Hal ini disebabkan oleh karena sifat fisik dan kimia dari tanah tersebut. Beberapa sifat kimia yang menjadi kendala kalam usaha pertanian, terutama tanaman pangan adalah kandungan hara fosfor, nitrogen, kalium, kalsium, magnesium, belerang, seng yang rendah, keracunan aluminium dan mangan untuk lahan kering dan keracunan besi pada persawasahan. Kekahatan P merupakan kendala utama kesuburan pada tanah Podsolik Merak Kuning (PMK). Beberapa kendala sifat fisik pada tanah podsolik adalah lapisan atas tanah (top soil) tipis, lereng >8%, struktur tanah kurang gembur, konsistensi padat dan aerasinya buruk (Suwardjo et al. 1984, dalam Mulyani, 1994). Keadaaan fisik tersebut ditunjang curah hujan yang cukup tinggi dengan rata-rata 1.900-3.200 mm/tahun sehingga tanah peka terhadap erosi. Untuk mencegah terjadinya degradasi yang diakibatkan oleh erosi dan untuk mempertahankan produktifitas lahan, maka perlu dilakukan pemilihan pola usaha tani/pola tanam yang tepat, serta tindakan konservasi tanah dan air yang sesuai sehingga erosi yang terjadi lebih kecil dari erosi yang dapat dibiarkan (Sinukaban et al. 1984 dalam Mulyani 1994).

BAB 3
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Tanah Latosol lebih lekat daripada tanah Andosol, tetapi tanah Andosol lebih licin dan remah daripada Latosol.
2.      Tanah Latosol umumnya miskin unsur hara, bereaksi masam sampai agak masam, dan mengandung kadar bahan organik yang rendah. Akan tetapi tanah tersebut mempunyai keadaan fisik yang lebih baik dari tanah Podsolik.
3.      Lapisan atas tanah Andosol lebih hitam, terbentuk dari abu volkan gunung Salak yang bersenyawa dengan bahan organik.
4.      Tanah Podsol pada umumnya mempunyai tingkat produktifitas sangat rendah. Oleh karena itu sebaiknya tidak dijadikan areal pertanian, melainkan tetap dibiarkan sebagai hutan.
B.  Saran
Dalam praktikum morfologi tanah selanjunya sebaiknya alat-alat yang digunakan lebih lengkap lagi. Sehingga akan sangat membantu dalam kegitan pengamatan tanah. Dalam upaya pemahaman materinya, sebaiknya sebelum praktikum dijelaskan poin-poin pentingnya saja dari materi. Agar mahasiswa dapat mengingat kembali materi pada waktu kuliah.

DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik, 1982. Statistik Indonesia 1980/1981. Biro Pusat Statistik. Jakarta, Indonesia.
Djaenuddin dan Sudjadi, 1987. Statistik Sumberdaya Lahan/Tanah Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Hardjowigeno Sarwono, 2007. Ilmu Tanah. Akamedia Pressindo : Jakarta
Kartono G. dan Y.B.Pasolon, 1997. Keragaan Beberapa Hasil Penelitian pada Lahan Kering PMK (Podsolik Merah Kuning) di Sulawesi Tenggara. Prosiding Lokakarya Nasional Pertanian Lahan Kering Beberapa Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu di Kawasan Timur Indonesia. Malang, 10 Oktober 1996.
Mulyani A. dan H. Suhardjo, 1994. Karakteristik Tanah di Lahan Kering Marginal Propinsi Jambi. Prosiding Penanganan Lahan Kering Marginal melalui Pola Usahatani Terpadu di Jambi, Jambi 2 Juli 1994. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, 1994.
Nugrogo B. Dan Yayat H, 2009. Penuntun Praktikum Pengantar Ilmu Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB : Bogor.
Purnomo J., Mulyadi dan I.G.P. Wigena, 1996. Pengaruh Residu Pupuk Sumber P dan Pengelolaan Bahan Organik terhadap Sifat Kimia Tanah serta Hasil Padi dan Jagung. Kumpulan Makalah  Seminar Forum Komunikasi Penelitian Tanah dan Agroklimat, Nomor 1/1996. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Sitorus S.R.P., 1989. Survai Tanah dan Penggunaan Lahan. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Subowo, J. Subagja dan M. Sudjadi, 1990. Pengaruh Bahan Organik terhadap Pencucian Hara Tanah Ultisol Rangkasbitung, Jawa Barat. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk, Nomor 9, 1990. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Sumarsono.2004.Pengaruh Interval Defoliasi Dan Pupuk Fosfat Terhadap Kualitas  Hijauan Setaria (Setaria Splendida Staft)  Dalam Pertanaman Campuran Dengan  Sentro (Centrosema pubescens benth).(prosiding). Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar