Jumat, 27 April 2012

Kata-kata bijak - 3

Semakin merasa banyak berjasa, semakin banyak kekecewaan yang dirasa. Maka kunci agar tidak kecewa hanyalah keikhlasan.


 Bijak bukan berarti tak pernah salah. Kaya bukan berarti tak pernah susah. Sukses bukan berarti tak pernah lelah.


Selalu ada harapan, bagi mereka yang berdoa. Selalu ada jalan, bagi mereka yang meminta pertolongan sama Sang Pencipta.


 Ketika kamu mengkhianati kepercayaan, sesungguhnya kamu sedang mengkhianati diri sendiri.


Mereka berusaha melarikan diri dari kesalahan masa lalunya, dan membayarnya dengan mengorbankan kedamaiannya hari ini.


Sesungguhnya, lebih baik bagi kita untuk segera berdamai dengan kesalahan masa lalu kita, agar kita bisa segera hidup dalam kedamaian hari ini. 


Dibutuhkan keberanian untuk melakukan yang kita ketahui benar, dan dibutuhkan keberanian yang lebih besar lagi untuk mengakui kesalahan dan memperbaikinya.



Jangan iri atas keberhasilan orang lain, karena kamu tidak mengetahui apa yang telah ia korbankan untuk mencapai keberhasilannya itu.



Jangan pernah berharap akan dapat yang baik jika kamu tidak berlaku baik. Perbaiki diri sendiri, maka akan datang segala kebaikan kepadamu



Jangan biasakan dirimu berada ditempat yang tak baik. Meski kamu orang baik, seiring waktu kamu akan terbiasa untuk melakukan yang tak baik.


kata-kata bijak - 2

Bersaing dengan sahabat itu wajar, tetapi harus tetap saling menghormati, menghargai, dan mendukung, bukan saling menjatuhkan.


Daripada terus memikirkan apa yang telah hilang dalam hidupmu, lebih baik bersyukur atas apa yang masih kamu miliki tapi tak dimiliki orang lain.


Diam Bukanlah kelemahan, jika di iringi dengan perbuatan dan hasil nyata.




Impian tinggallah impian jka tidak selaras dengan kemampuan.



Hidup tidak akan pernah adil, sampai kamu mengerti bahwa tiap orang berbeda dengan keistimewaannya sendiri.


Hati-hati dalam berucap, karena mungkin akan ada orang yang tersakiti. Dan ketika hati dilukai, mungkin permintaan maafmu tak akan berarti


 

Laporan PPEH (praktik pengenalan ekosistem hutan) tahun 2011 di Gunung Papandayan dan Sancang timur


BAB I 
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan terluas di dunia. Indonesia juga merupakan negara megebiodiversity. Hutan yang terdapat di Indonesia sebagian besar adalah hutan hujan tropis yang komposisinya sangat beragam, baik jenis kehidupan yang ada di dalamnya maupun jenis interaksi yang terdapat di dalamnya. Hal tersebut disebabkan karena tipe iklim dan ekosistem di Indonesia di pengaruhi oleh dua benua dan dua samudera. Sehingga komposisi hutan di Indonesia di pengaruhi oleh dua benua, hutan di wilayah bagian barat Indonesia di pengaruhi oleh benua Asia, sedangkan hutan wilayah timur Indonesia di pengaruhi oleh benua Australia. Dengan beragamnya komposisi hutan di Indonesia dapat diambil berbagai manfaat dan keuntungan dari hutan melalui pengelolaan serta pemanfaatan yang bijaksana. Pemanfaatan yang dilakukan harus tetap memperhatikan nilai-nilai baik dari segi ekologis, ekonomis, maupun dari segi sosial. Dalam menentukan langkah pengelolaan yang tepat terhadap suatu kawasan hutan maka terlebih dahulu pengelolan harus mengetahui karakteristik hutan yang dikelolanya.
Melalui Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) yang diselenggarakan oleh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengindentifikasi serta mengamati karakteristik berbagai tipe-tipe hutan yang ada di Indonesia serta pengelolaannya. Berbagai masalah yang timbul juga dapat dikaji sehingga mahasiswa mampu menganalisa permasalahannya tersebut dan menjadikan hutan Indonesia tetap lestari.






B.     Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) adalah agar mahasiwa :
1.      Mengenali tipe-tipe ekosistem hutan beserta komponen-komponen penyusunannya, dari hutan pantai hingga hutan pegunungan
2.      Mengidentifikasi dan mengukur parameter dari komponen ekosistem (biotik dan abiotik) di setiap tipe hutan.
3.      Mempelajari perilaku, interaksi, peranan, dan fungsi setiap tipe ekosistem hutan bagi kehidupan.
4.      Mempelajari interaksi antara komponen biotik dengan biotik, biotik dengan abiotik dan abiotik dengan abiotik.
5.      Mampu menjelaskan tipe-tipe ekosistem hutan beserta komponen, interaksi, proses-proses, peranan, dan fungsi setiap ekosistem hutan di Indonesia.


















BAB II
METODOLOGI

A.    Tanah dan Iklim
1.      Lokasi dan Waktu
a.       Lokasi : Hutan Pegunungan Bawah - Papandayan
Waktu : Selasa, 12 Juli 2011
b.      Lokasi : Hutan Tanaman Pinus - Papandayan
Waktu : Selasa, 12 Juli 2011
c.       Lokasi :  Padang Rumput, Padang Edelweis - Papandayan
Waktu : Rabu, 13 Juli 2011
d.      Lokasi : Hutan Cantigi – Papandayan
Waktu : Rabu, 13 Juli 2011
e.       Lokasi : Hutan Primer Pegunungan Tengah – Papandayan
Waktu : Kamis, 14 Juli 2011
f.       Lokasi : Hutan Pantai Sancang Timur
Waktu : Minggu, 17 Juli 2011
g.      Lokasi : Hutan Mangrove – Sancang Timur
Waktu : Senin, 18 Juli 2011
h.      Lokasi : Hutan Sekunder GNRLH – Sancang Timur
Waktu : Senin, 18 Juli 2011
i.        Lokasi : Hutan Dataran Rendah – Sancang Timur
Waktu : Selasa, 19 Juli 2011

2.      Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan :
a.       Tanah :      1. Pembuatan Plot
-          Dibuat pada setiap tipe hutan dan ekosistem yang diamati dari hutan pengunungan hingga hutan pantai dan hutan mangrove.
-          Dibuat plot sampel pada transek pengamatan vegetasi (satu plot sampel pada petak pengamatan vegetasi ukuran 20 m x 20 m).
2. Solum Tanah
-          Dibuat irisan melintang pada tebing yang di temukan, jika tidak ditemukan tebing maka lakukan penggalian.
-          Solum tanah dideskripsikan dan tebal setiap lapisan tanah diukur (tebal lapisan O, A,dan B).
3. Struktur tanah
-          Diambil bongkahan tanah seberat 500-1000 gram secara acak pada setiap petak 20 m x 20 m dengan kedalama 20 cm.
-          Bongkahan tanah dihancurkan dengan melempar-lemparkannya setinggi 25-30 cm, sampai terbentuk bongkahan terkecil.
-          Amati pada bongkahan tersebut bentuk agregat tanah terkecil.
4. Tekstur Tanah
-          Ambil segenggam tanah dari sempel yang di ambil.
-          Penentuan tekstur berpedoman pada kunci determinasi penentuan tekstur tanah.
-          Sampel tanah harus lembab dengan cara membasahinya sedikit sampai lengket atau meniriskan sebentar pada lahan miring bagi tanah yang terlalu basah
-          Dalam pembuatan silinder, tanah digulung-gulungkan pada permukaan yang licin dan halus.
5. Kematangan Tanah
-          Sampel tanah diambil sebesar telur ayam kapung, kemudian digenggam di telapak tangan, hitung presentase tanah yang keluar dari sela jari apabila diremas. Penentuan kematangan tanah langsung di lapangan sesuai tabel ( dilakukan hanya pada hutan mangrove).
6. Sifat Kimia Tanah (pH dan KTK tanah)
-          pH tanah ditentukan dengan mengambil contoh tanah dari sempel yang tersedia, kemudia masukkan ke dalam botol film dan diencerkan, lalu dikocok selama sepuluh menit. Tanah didiamkan selama beberapa menit hingga air kembali menjerni. Kertas indikator dimasukkan pada bagian air selama satu menit, angkat, lalu tentukan pH melalui mencocokkan kertas indicator pada Indikator pH yang tersedia.
-          KTK tanah ditentukan dengan metode kocok-endap. Contoh tanah dimasukkan ke dalam botol plastik bening yang telah diisi air seperlunya (perbaandingan tanah dengan air adalah 1:7 ). Tanah dan air dikocok selama lima menit. Suspensi tersebut diamati, apabila larutan tersebut dapat jernih dalam waktu kurang dari satu jam, maka KTK tanah tersebut rendah; 1-24 jam maka KTK tanah tersebut sedang; >24 jam, maka KTK tanah tersebut tinggi.

7. Warna Tanah
-          Disiapkan segumpal massa tanah dengan ukuran diameter kurang lebih 5 cm.
-          Massa tanah dibasahi (jika kering) dan dilumatkan sehingga aneka warna penyusunnya menyatu.
-          Massa tanah yang telah dibentuk tersebut diletakkan di ujung jari tengah dan jari telunjuk yang dijajarkan rapat.
-          Cocokkan contoh pada jari-jari tangan pada buku Munsell soil colour Chart. Dengan cara ditempatkan di belakang lapisan plastik pelindung yang dihimpitkan pada halaman warna dengan hue terpilih.
-          warna serta notasi warna tanah dicatat sesuai dengan susunan nama warna (hue/value/chroma)  
b.      Iklim :        Pengukuran suhu dan kelembaban pada berbagai tipe hutan.
-          Sediakan dua thermometer, salah satu ujuang thermometer dililitkan/diiikatkan kain kassa dan dibasahkan. (thermometer berkain kassa basah sebagai thermometer basah, sedangkan yang dibiarkan sebagai thermometer kering).
-          Kedua termometer tersebut digantungkan di ketinggian kurang lebih 150 cm di setiap ekosistem yang diamati.
-          Termometer ditempatkan di tempat yang tidak terkena matahari secara langsung.
-          Pengukuran setiap 10 menit selama 30 meit dengan pembacaan oleh tiga orang yang berbeda (untuk pembacaan termometer waktu nol menit di lakuakan setelah 5 menit penggantungan thermometer).
-          Digunakan tabel RH untuk kelembaban udara.
-          Dibuat grafik hubungan antara suhu dengan RH.

3.      Analisa Data
• Tebal Solum              : Horizon O + Horizon A + Horizon B
• Tekstur tanah            : Gambar kunci determinasi
• Struktur tanah           : Gambar bentuk struktur tanah
• Warna tanah             : Buku Munsell, Soil Color Charts (hue value/chroma)
• pH                             : pH indikator
• TBK T (oC)               : Suhu kering
• TBB T (oC)               : Suhu Basah
• T (oC)                        : TBK
• ∆oC                           :TBB - TBK
• RH                            : Tabel kelembaban relatif

B.     Vegetasi
1.      Lokasi dan Waktu
a.       Lokasi : Hutan Pegunungan Bawah - Papandayan
Waktu : Selasa, 12 Juli 2011
b.      Lokasi : Hutan Tanaman Pinus - Papandayan
Waktu : Selasa, 12 Juli 2011
c.       Lokasi :  Padang Rumput, Padang Edelweis - Papandayan
Waktu : Rabu, 13 Juli 2011
d.      Lokasi : Hutan Cantigi – Papandayan
Waktu : Rabu, 13 Juli 2011
e.       Lokasi : Hutan Primer Pegunungan Tengah – Papandayan
Waktu : Kamis, 14 Juli 2011
f.       Lokasi : Hutan PantaiSancang Timur
Waktu : Minggu, 17 Juli 2011
g.      Lokasi : Hutan Mangrove – Sancang Timur
Waktu : Senin, 18 Juli 2011
h.      Lokasi : Hutan Sekunder GNRLH – Sancang Timur
Waktu : Senin, 18 Juli 2011
i.        Lokasi : Hutan Dataran Rendah – Sancang Timur
Waktu : Selasa, 19 Juli 2011

2.      Pengumpulan Data
a.       Analisis dengan jalur berpetak (hutan alam) dan berbentuk plot lingkaran (hutan tanaman Pinus merkusii)
b.      Petak contoh hutan alam selain mangrove berukuran minimal 20 m x 20 m/ plot (panjang jalur sesuai kebutuhan pengamatan) dan dibagi menjadi sub petak :
-          2 m x 2 m untuk semai
-          5 m x 5 m untuk pancang, liana, epifit, pandan, dan palem.
-          10 m x 10 m untuk tiang
-          20 m x 20 m untuk pohon


 

 



Gambar 1. Bentuk petak ukur pada metode jalur berpetak untuk analisis
            vegetasi di hutan alam selain mangrove

c.       Petak contoh hutan mangrove berukuran minimal 10 m x 10 petak ukur (panjang jalur sesuai kebutuhan pengamatan).


 




Gambar 2. Bentuk petak ukur pada metode jalur berpetak untuk
                              analisis vegetasi di hutan mangrove

d.      Untuk hutan tanaman Pinus merkusii, petak berbentuk lingkaran seluas 0,1 Ha (jari-jari 17,84m), petak pengamatan tumbuhan bawah berupa kotak dengan ukuran 2 m x 2 m dan berjarak 10 m dari titik pusat.










 


  Plot untuk tumbuhan bawah
                                                                       


 





Gambar 3. Bentuk petak contoh untuk analisis vegetasi di hutan tanaman

e.       Diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang, (strata tiang dan pohon) diukur.
f.       Nama jenis keseluruhan ditulis.
g.      Ditentukan satu petak yang paling mewakili untuk membuat profil hutan. Koordinat (x,y), tebal tajuk, bentuk tajuk, serta proyeksi tajuk dari seluruh kategori tiang dan pohon (diameter ≥ 10 cm) dicatat. Khusus untuk hutan mangrove, tidak terdapat kategoti tiang tetapi diameter ≥ 10 cm sudah termasuk kategori pohon.

3.      Analisis data
• Kerapatan (K)                       : Jumlah individu dari suatu jenis (Ind)
                                                                  Luas plot (Ha)
• Kerapatan Relatif (KR)        : Kerapatan dari suatu jenis     x 100%
                                                    Kerapatan seluruh jenis

• Dominansi (D)                      : Jumlah luas bidang dasar (cm2)
                                                             Luas Plot (Ha)
• Dominansi Relatif (DR)       : Dominansi dari suatu jenis    x 100%
                                                    Dominansi seluruh jenis
• Frekuensi (F)                        : Jumlah plot ditemukannya suatu jenis
                                                                Jumlah seluruh plot
• Frekuensi Relatif (FR)          : Frekuensi dari suatu jenis      x 100%
                                                   Frekuensi seluruh jenis
• Indeks Nilai Penting Tiang dan Pohon (INP)          : KR + FR + DR
·  Indeks Nilai Penting tumbuhan bawah, pancang, semai, liana, epifit, palem, pandang (INP) : KR + FR
·  Indeks Kekayaan Jenis ( R ) : (S-1)/N
·  Indeks Kelimpahan Jenis (H’) : -∑(ni/N)ln(ni/N)
·  Indeks Kemeretaan (E) : H’/ln S
·  Dominasi : ∑(ni/N)2
Keterangan :
S : jumlah jenis/spesies yang di temukan
N : jumlah total seluruh individu yang ditemukan/Ha
ni : jumlah total individu/spesies/Ha

C.    Satwa Liar
1.      Lokasi dan Waktu
a.       Lokasi : Hutan Pegunungan Bawah - Papandayan
Waktu : Selasa, 12 Juli 2011
b.      Lokasi : Hutan Tanaman Pinus - Papandayan
Waktu : Selasa, 12 Juli 2011
c.       Lokasi :  Padang Rumput, Padang Edelweis - Papandayan
Waktu : Rabu, 13 Juli 2011
d.      Lokasi : Hutan Cantigi – Papandayan
Waktu : Rabu, 13 Juli 2011
e.       Lokasi : Hutan Primer Pegunungan Tengah – Papandayan
Waktu : Kamis, 14 Juli 2011
f.       Lokasi : Hutan PantaiSancang Timur
Waktu : Minggu, 17 Juli 2011
g.      Lokasi : Hutan Mangrove – Sancang Timur
Waktu : Senin, 18 Juli 2011
h.      Lokasi : Hutan Sekunder GNRLH – Sancang Timur
Waktu : Senin, 18 Juli 2011
i.        Lokasi : Hutan Dataran Rendah – Sancang Timur
Waktu : Selasa, 19 Juli 2011




2.      Pengumpulan data
Digunakan metode jalur (transek) dan pengamatan secara langsung dalam plot contoh dan sekitar plot contoh pengamatan serta melakukan pengamatan sepanjang perjalanan menuju lokasi pengamatan vegetasi.

3.      Analisis data
Ciri morfologi, jumlah, lokasi ditemukan, aktivitas, dan keterangan lain dicatat.

















BAB III
HASIL PRAKTEK PENGAMATAN SETIAP TIPE EKOSISTEM HUTAN

  1. Hutan Mangrove
  1. Deskripsi Kondisi Umum
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove atau hutan air payau adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik atau sering disebut tanah alluvial. Hutan mangrove tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut yang terhindar dari terjangan ombak secara lansung, serta juga terdapat pada teluk atau muara sungai yang aliran airnya melambat serta banyak terdapat banyak endapan tanah yang berasal dari erosi tanah yang berasal dari hulu sungai (tanah Alluvial). Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran sehingga tanahnya bersifat massif yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah, salinitas atau kadar garam tanahnya yang tinggi, serta mengalami daur penggenangan air sesuai daur pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan bakau, tumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun. Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Jadi biji-bijian yang dapat berkembang di hutan mangrove ini adalah biji yang telah berkecambah sebelum jatuh ke tanah (Vivipary). Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Praktek pengenalan hutan mangrove dilakukan di Cagar Alam Sancang Timur, BKSDA Sancang Timur, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pada hutan mangrove CA Sancang Timur di dominasi oleh tumbuhan bakau (Rhizophora spp). Pada hutan mangrove CA Sancang timur ini terdapat jenis yang mulai langkah, yaitu  jenis Kaboa. Hal ini disebabkan masyarakat sekitar CA Sancang Timur mengumpulkan kayu kaboa sebagai kayu bakar. Kayu Kaboa diburu masyarakat karena, panas yang dihasilkan dari pembakaran kayu Kaboa lebih tinggi dari pada kayu lain pada umumnya, serta dipercaya kandungan tannin yang terdapat pada kayu Kaboa dapat meningkatkan rasa makanan.
Gambar 4. Hutan Mangrove Sancang Timur





  1. Hasil Pengamatan Tanah dan Iklim
2.a. Iklim
Hutan mangrove merupakan jenis  hutan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Dari pengamatan yang dilakukan di hutan Mangrove Cagar alam Leuweung Sancang, Sancang Timur. Didapatkan hasil pengukuran suhu dan kelembaban sebagai grafik berikut:
Gambar 5. Gambar Fluktuasi Suhu di Hutan Mangrove
Gambar 6. Gambar Fluktuasi Kelembaban Relatif Hutan Mangrove

2.b. Tanah
Hutan mangrove ini memiliki jenis tanah aluvial dengan topografi yang datar.
Pengamatan sifat-sifat tanah dilakukan pada plot satu dan plot dua. Hasil pengamatannya adalah :
-          Plot 1 : Solum tana tidak teridentifikasi, karena volume air terlalu tinggi. Tanahnya merupakan tanah jenis alluvial dan tidak berstruktur. Warna tanah 10YR 6/2 (light brownish grey), dan pH tanah sebesar 6. Tekstur tanah pasir berlempung dan memiliki KTK tanah rendah, serta tingkat kematangan tanahnya masih tergolong setengah matang.
-          Plot 2 : Solum tanah tidak teridentifikasi karena keadaan tanah yang tidak memungkinkan. Tanahnya berjenis alluvial dan juga tidak berstruktur karena kandungan air yang sangat tinggi. Warna tanah adalah 10 YR 3/2 ( very dark greyish brown), dan pH tanah sebesar 6. Tekstur tanah berupa lempung pasiran. Kematangan tanah hampir tidak matang dan KTK tanah rendah.

  1. Hasil Pengamatan Vegetasi
Pada pengamatan vegetasi di hutan mangrove ini dibuat dua petak contoh untuk setiap tingkat pengamatan, khusus untuk hutan mangrove tumbuhan berdiameter diatas 10 cm termasuk tingkat pohon. Jadi, pada hutan mangrove tidak terdapat tingkat tiang. Pada hutan mangrove yang diamati, terdapat tiga tingkat pemudaan, yaitu semai, pancang, dan pohon.
Tabel 1.  INP Tingkat Semai Hutan Mangrove
No.
Nama Jenis
INP (%)
1
Tancang
200
2


3


Total
200

Tabel 2.  INP Tingkat Pancang Hutan Mangrove
No.
Nama Jenis
INP (%)
1
Tancang
94.44
2
Ki Jingkang
105.56
3


Total
200

Tabel 3.  INP Tingkat Pohon
No.
Nama Jenis
INP (%)
1
Bakau
85.35
2
Tancang
214.65
3


Total
300

Dari Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3 di atas maka dapat disimpulkan hanya satu jenis tumbuhan tingkat semai, yaitu jenis Tancang. Pada tingkat pancang ditemukan dua jenis saja, yaitu Tancang dengan INP (94.44%), KI jingkang (Rhizophora spp) dengan INP (105.56%). Tingkat pohon, juga hanya ditemukan dua jenis saja, yaitu Ki jingkang/Bakau (Rhizophora spp) dengan INP (85.35), dan Tancang dengan INP (214.65%)
Tabel 4. Keanekaragaman Jenis Vegetasi Hutan Mangrove
No
Tingkat Permudaan
R
H’
E
C
1
Semai
0
0
~
1
2
Pancang
0.133413
0.68696
0.99108
0.50617
3
Pohon
0.16091
0.61086
0.88129
0.58
4







  1. Hasil Pengamatan Satwa Liar
Kelompok satwa yang ditemukan di hutan mangrove sebagian besar dari kelompok burung. Namun pengamatan satwa liar tidak seratus persen dari hutan mangrove tersebut, melainkan juga di lakukan di sepanjang jalur perjalanan menuju tempat pengamatan. Jenis burung yang di temukan adalah Cimenen Pisang, Tekukur, Cipoh Kacat, Cangcarang, Pelatuk semak, Wiwik Kelabu diidentifikasi berdasarkan suaranya. Jenis Gereja Erasi, Walet Linchi, Cekakak sungai, Pecuk padi, Cocak Kutilangm, Walik diidentifikasi saat terbang. Kuntul kecil diidentifikasi saat bertengger sambil sedang makan. Sedangkan Pelatuk tepi hitam diidentifikasi sedang berjalan di lantai hutan.
Untuk jenis reptile yang di temui adalah ular air yang bewarna biru dengan gelang hitam, diidentifikasi saat bergerak. Sedangkan jenis mamalia yang ditemukan adalah Lutung, dan Tupai.





B.     Hutan Pantai
1.      Deskripsi Kondisi Hutan
Hutan pantai sering disebut hutan tanah kering atau hutan kerangas. Hutan pantai ini sama sekali tidak dikenai pasang-surut air laut. Hutan pantai ini juga termasuk ekosistem yang khas, selain tumbuh di hamparan pantai namun tidak dikenai air laut, juga tumbuh pada tanah yang miskin hara.
Solum tanah pada hutan pantai ini sangatlah dangkal, bahkan didominasi oleh pasir. Sehingga jenis tumbuhan yang hidup di hutan pantai adalah jenis tumbuhan yang bisa bertahan hidup pada tanah miskin hara dan jangkauan akarnya dalam. Tumbuhan yang bisa bertahan hidup di hutan pantai adalah jenis Ketapang, Karet kerbau, Ki buah, Ki bangkang, dan lain-lain.
Pengamatan hutan pantai di lakuakan di huatan pantai Cagar Alam Leuweung Sancang Timur, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Gambar 7. Hutan Pantai Sancang Timur
2.      Hasil Pengamatan Tanah dan Iklim
2.a. Iklim
Gambar 8. Grafik fluktuasi Suhu di hutan Pantai Sncang Timur

Gambar 9.  Grafik fluktuasi kelembaban relatif hutan pantai Sancang Timur

2.b. Tanah
Hutan pantai ini memiliki jenis tanah pasir-krangas dengan topografi yang datar.
Pengamatan sifat-sifat tanah dilakukan pada lima plot. Hasil pengamatannya adalah :
-          Plot 1 : Solum tanah tidak sedalam 28 cm. Tanahnya merupakan tanah jenis pasiran-krangas dan tidak berstruktur. Warna tanah 7.5YR 5/4 (Brown), dan pH tanah sebesar 6. Tekstur tanah pasir dan memiliki KTK tanah rendah, serta tingkat kematangan tanahnya masih tergolong matang.
-          Plot 2 : Solum tanah 28 cm. Tanahnya berjenis pasiran-krangas dan juga tidak berstruktur. Warna tanah adalah 7.5 YR 3/2 (dark brown), dan pH tanah sebesar 6. Tekstur tanah berupa sand. Kematangan tanah matang dan KTK tanah sedang.
-          Plot 3 : solum tanah 33 cm. tanah berjenis pasiran-krangas dan berstruktur granuler. Warna tanah adalah 7.5 YR 4/4 (strong brown), dan pH tanah sebesar 6. Tekstur tanah berupa Loamy Sand. Kematangan tanah matang dan KTK tanah sedang.
-          Plot 4 : solum tanah 18 cm. tanah berjenis pasiran-krangas dan berstruktur granuler. Warna tanah adalah 10 YR 3/3 (dark brown), dan pH tanah sebesar 6. Tekstur tanah berupa Loamy Sand. Kematangan tanah matang dan KTK tanah sedang.
-          Plot 5 : solum tanah 18 cm. tanah berjenis pasiran-krangas dan berstruktur granuler. Warna tanah adalah 10 YR 3/3 (dark brown), dan pH tanah sebesar 6. Tekstur tanah berupa Loamy Sand. Kematangan tanah matang dan KTK tanah sedang.
  
3.      Hasil Pengamatan Vegetasi
Pengamatan yang di lakukan di hutan pantai Leuweung Sancang, resort sancang timur ini dilakukan dengan 5 plot untuk setiap tingkat pemudaan vegetasi, yaitu semai dan tumbuhan bawah, pancang, liana, epifit, tiang dan pohon. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, hasil yangh diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 5.  INP Tingkat Semai dan Tumbuhan Bawah Hutan Pantai
No
Nama Jenis
INP (%)


1
Bakung
7.793

2
Ki Pahang
10.425

3
Ki Balanak
14.271

4
Ki Bangkong
7.793

5
Nyamplung
13.056

6
Borogondolo
19.432

7
Lampeni
7.793

8
Ki Buah
14.271

9
Ata
5.161

10
Balung Injuk
6.477

11
Drawolong
20.849

12
Soka
14.271

13
Ipis Kulit
14.871

14
Ki Hoe
5.161

15
Kiara
5.161

16
Arey
9.109

17
Semai a
10.425

18
Sagu
5.161

19
Cambai
9.109

Total
199.989


Tabel 6.  INP Tingkat Pancang Hutan Pantai
No
Nama Jenis
INP (%)


1
Ketapung
13.28

2
Ki Bangbara
22.87

3
Ki Bangkong
9.58

4
Ki Pahang
13.28

5
Ki Balanak
9.58

6
Burogondolo
13.28

7
Nyumplung
22.87

8
Drandong
9.58

9
Balung Injuk
19.16

10
Ki Dronak
20.69

11
Ipis Kulit
13.28

12
Ki Hoe
13.28

13
Ki Jambu
9.58

14
Ki Pancar
9.58

Total
199.89


Tabel 7.  INP Tingkat Epifit Hutan Pantai
No
Nama Jenis
INP (%)
1
Cadak Munding
200
Total
200

Tabel 8.  INP Tingkat Liana Hutan Pantai
No
Nama Jenis
INP (%)


1
Kecemang
67.3

2
Ki Kandel
19.86

3
Culangkar
19.86

4
Owar
12.18

5
Kacang-Kacangan
24.36

6
Canar
12.18

7
Liana a
16.02

8
Secang
16.02

9
Ki Bulu
12.18

Total
199.96


Tabel 9. INP Tingkat Tiang Hutan Pantai
No
Nama Jenis
INP
(%)
1
Ki Balana
20.95
2
Waru Laut
31.74
3
Tengke Ja’a
21.4
4
Ki Buah
40.13
5
Ki Bangkang
28.62
6
Jambu
26.91
7
Ki Pancar
27.83
8
Karet Munding
54.7
9
Ikado
47.69
Total
299.97

Tabel 10.  INP Tingkat Pohon Hutan Pantai
No
Nama Jenis
INP
(%)
1
Nyamplung
49,43
2
Tengge caah
31,80
3
Ketapang
30,52
4
Ki Jambu
52,69
5
Ki Bangkong
18,86
6
Ki buah
12,30
7
Salam
12,36
8
Mindri
15,16
9
Gadog
12,99
10
Ki oray
12,71
11
Ki pancar
13,36
12
Waru
13,14
13
Terep
24,67
Total
300,00




Tabel 4. Keanekaragaman Jenis Vegetasi Hutan Pantai
No
Tingkat Permudaan
R
H’
E
C
1
Semai
1.70691
2.77751
0.94331
0.0696
2
Pancang
1.69318
2.53826
0.9618
0.08642
3
Efifit
0
0
~
1
4
Liana
1.14536
2.26241
1.02967
0.84499
5
Tiang
1.45968
1.45968
0.9732
0.125
6
Pohon
2.57845
2.38438
0.9296
0.11111

4.      Hasil Pengamatan Satwa Liar


C.     Hutan Dataran Rendah
1.      Deskripsi Kondisi Hutan
Hutan dataran rendah yang diamati berlokasi di Sancang Timur yang termasuk dalam wilayah Cagar Alam Leuweung Sancang Timur. Hutan pantai ini lansung berbatasan dengan hutan pantai yang dipisahkan wilayah ekosistem ekoton. Selain itu, perbedaan antara hutan dataran rendah dan hutan pantai juga dapat di lihat dari jenis tanah dan penutupan tajuknya.
Kondisi hutan dataran rendah di Leuweung Sancang ini masih terlihat alami, hal ini dapat dilihat dari penutupan tajuk yang sangat rapat, adanya pepohonan yang dominan, serta keanekaragaman yang relative tinggi.

2.      Hasil Pengamatan Tanah dan Iklim
2.a. Iklim
2.b. Tanah

3.      Hasil Pengamatan Vegetasi
Pengamatan vegetasi di hutan dataran rendah Nusakambangan dilakukan dengan membuat lima petak contoh. Dari hasil pengamatan didapatkan delapan jenis semai yang tersebar di kelima petak, dan paling banyak ditemukan di petak ke lima. Jenis-jenis semai yang ditemukan yaitu Lalar dengan nilai INP sebesar 12.22%, Julang 48.89%, Dedekan 42.22%, Santenan 42.22%, Mindi 9.45%, Laban batu 9.45%, Napol 23.34%, Polasan 12.22%.  untuk tingkat vegetasi tumbuhan bawah hanya ditemukan tiga jenis saja. Pada petak satu tidak ditemukan tumbuhan bawah. Jenis tumbuhan bawah yang ditemukan yaitu Kapulaga dengan INP sebesar 90%, Wiru 64.76%, dan Tapolaga 45.24%. sedangkan jenis palem hanya ditemukan satu jenis sebanyak lima individu yang semuanya ditemukan di petak ke tiga.
Pada tingkat pancang, ditemukan lima jenis yaitu pelasan dengan INP sebesar 22.02%, dedekan 36.31%, Tigel balung 17.26%, Keruing 85.12%, dan Dadap 39.29%. Woody liana juga banyak ditemukan di hutan ini. Woody liana hanya ditemukan di petak ketiga sebanyak 13 woody liana. Dari 13 woody  liana yang ditemukan hanya didapat dua jenis saja, yaitu Caw-cawan (73.08%), dan Oyot-oyotan (126.92%).
Pada tingkatan tianng dan pohon banyak tersebar dikelima petak, hanya saja jumlah tiang lebih banyak dari jumlah pohon yang ditemukan, begitu juga jumlah jenisnya. Jenis tiang didapatkan tujuh jenis yaitu Julang (52.84%), Keruing (87.89%), Benda (30.59%), Mindi (14.88%), Dadap (59.81%), Laban batu (41.19%), dan Wiru (12.79%). Sedangkan untuk pohon didapatkan enam jenis saja, yaitu Dadap (118.73%), Julang (82.56%), Laban Batu (17.92%), Benda (37.69%), Santenan (24.65%), dan Wiru (18.47%).

4.      Hasil Pengamatan Satwa Liar
Ditemukan jenis satwa liar berupa burung tiga jenis dan seekor reptil di hutan dataran rendah Gua Ratu, Nusakambangan. Ketiga jenis burung tersebut, yaitu Burung Madu hutan (Nectarinia Sperata), Burung Kareo Padi, dan Burung Cinenen Jawa (Orthotomus sepium) diidentifikasi berdasarkan suaranya. Jenis reptil yang ditemukan adalah kadal yang sedang berjemur. Jenis reptil ini seperti kadal kebun dengan punggung bercorak lingkaran kecil. Kadal ini dari jenis Mobouya multifasciata yang habitatnya di hutan dengan ketinggian kurang dari 1000 mdpl.











                                                Gambar 10. Hutan Dataran Rendah

D.    Hutan Pegunungan Bawah
1.      Deskripsi Kondisi Hutan
Praktek analisis vegetasi hutan pegunungan bawah dilakukan pada ketinggian sekitar 1740 mdpl dari 2622 mdpl ketinggian gunung Papandayan. Peranan dari hutan ini adalah sebagai kawasan hutan lindung sehingga mempunyai fungsi untuk menjaga sistem tata air dan tanah, pencipta iklim mokro, penyerap karbondioksida, tempat pariwisata, dan merupakan habitat yang baik bagi satwa liar.
Hutan pegunungan bawah yang diamati, merupakan hutan yang sedang melakukan suksesi alami. Hutan pegunungan bawah ini mengalami kerusakan karena dua terakhir letusan gunung Papandayan pada tahun 1999 dan 2002. Sehingga hutan pegunungan bawah ini sangat didominasi oleh tumbuhan bawah, sedangkan jumlah puhon yang ada relative sedikit. Karena intensitas cahaya yang sampai di lantai di lantai hutan cukup tinggi.
2.      Hasil Pengamatan Tanah dan Iklim
Pengukuran suhu dan kelembaban di hutan pegunungan tengah Gunung Slamet dilakukan pada pukul 10.15 WIB hinga pukul 10.45 WIB. Temperatur bola kering 19,06 oC dan temperatur bola basah 17,34oC. RH sebesar 77,67%. Pengamatan sifat tanah pada hutan ini dilakukan dengan mengambil sampel pada plot satu dan dua. Tebal solum tanah hutan ini pada plot satu adalah 18 cm dan pada plot dua >18 cm. Hutan ini bertekstur tanah pasir geluhan, struktur tanah remah dan warna tanah cokelat tua. Kematangan tanah matang dan pH 5 serta KTK tanah untuk plot satu sedang dan untuk plot dua rendah.
  
3.      Hasil Pengamatan Vegetasi
Pada pegunungan bawah, tingkatan vegetasi yang ditemukan beragam. Mulai dari semai, tumbuhan bawah, pancang, liana, palem, woody liana, tiang serta pohon. Pada tingkat vegetasi semai yang banyak ditemukan di petak dua, jenis yang didapatkan sebanyak sepuluh jenis. Diantara lain Pasang dengan INP sebesar 15.76%, kesembi 15.76%, Tembagan 31.51%, Sampang 15.76%, Uru watu 15.76%, Kati layu 29.09%, Wuru semut 22.42%, Wuru Kunyit 22.42%, Ande-ande 15.76%, dan Cireup 15.76%. ada tingkat tumbuhan bawah yang baik pada petak satu maupun dua ditemukan empat tumbuhan bawah dan dari dua petak tersebut didapatkan tujuh jenis tumbuhan bawah. Jenis tumbuhan bawah itu diantaranya Tahu-tahuan dengan INP sebesar 65%, Gigil 35.83%, Suruan 15.83%, Pakis Sada 15.83%, Sumbel luwu 22.5%, Brete 15.83%, dan Selempat 29.17%.
Tingkat pancang ditemukan sepuluh jenis yaitu Umbel-umbelan dengan INP sebesar 40.77%, Cermai 17.69 %, Tembagan 17.69 %, Kati layu 17.69 %, Wuru semut 17.69 %, Tutub 17.69 %, Ande-ande 17.69 %, Krembi 17.69 %, Jambon 17.69 %, dan Cireup 17.69 %. Tingkat liana yang ditemukan ada lima jenis dengan besar INP sama besar, yaitu 40%. Jenis liananya adalah Suru-suruan, Giombongan, Konyal, Pakis, dan Riwana. Untuk tingkat palem, hanya ditemukan satu individu di petak satu. Sedangkan pada tingkat woody liana ditemukan tiga jenis dan banyak terdapat di petak datu, sebanyak empat individu. Jenis woody liana yang ditemukan diantaranya Kati bajing dengan INP sebesar 45%, Sawilan 90%, dan Kendilan 65%. Untuk tingkat tiang ditemukan empat jenis yaitu jenis Pasang dengan INP sebesar 60.21%, Jirak 138.15%, Sampang 55.03%, dan Matoa 46.61%. Pada tingkat tiang lebih banyak ditemukan di petak satu sebanyak empat individu, sedangkan pada petak dua hanya ditemukan dua individu saja.
Pohon banyak ditemukan pada petak dua, yaitu sebanyak enam individu, sedangkan pada petak satu hanya satu individu saja yaitu jenis  Klepu. Jenis pohon yang didapatkan dari kedua petak tersebut sebanyak lima jenis. Jenis pohon tersebut antara lain Klepu dengan INP sebesar 135.18%. jenis Klepu merupakan jenis yang paling dominan karena ditemukan di kedua petak,. Janis pohon lainnya adalah Bancet (56.99%), Pasang (36.52%), Wuru Bancet (35.72%), dan Wuru semut (35.6%).
  
4.      Hasil Pengamatan Satwa Liar
Pada pengamatan satwa liar, banyak ditemukan jenis burung dan satu jenis amphibi berupa seekor katak yang sedang berdiam diatas tanah. Jenis burung yang ditemukan adalah Burung Perecit (Dicaeum trochileum), Burung Pacitan (Prinia familiaris), Burung Cestungtung, Burung Tortor, Burung Pacer, Burung King, Burung Kesambi, Burung Betutut (M. corvina). Dari sekian banyak burung yang ditemukan, sebagian besar diidentifikasi berdasarkan suaranya saja. Sulit untuk melihat secara langsung untuk melihat aktivitas apa yang dilakukan burung tersebut saat pengamatan berlangsung karena tertutupi oleh pepohonan. Sebagiannya lagi terlihat bertenggger sambil bersuara walaupun tidak begitu terlihat jelas.

E.     Hutan Pegunungan Tengah
1.      Deskripsi Kondisi Hutan
Praktek analisis vegetasi pegunungan tengah dilakukan pada hutan alam yang masih primer. Menurut keterangan guide hutan pegunungan tengah yang kami amati merupakaan hasil suksesi sekunder akibat letusan gunung papandayan pada tahun 1700-an. Sehingga keadaan vegetasinya mulai memadat dan penutupan tajuknya mulai merapat, namun ukuran pepohonan yang terdapat di dalam ekosistem tersebut hampir seragam, dan tidak di temukan pohon yang berdiameter di atas 100 cm.
Karena penutupan tajuk yang rapat sehingga tumbuhan bawah yang dijumpai sedikit. Karena intensitas cahaya yang sampai di lantai hutan juga sedikit.












2.      Hasil Pengamatan Tanah dan Iklim
2.a. Iklim
Gambar 11. Grafik fluktuasi suhu pada hutan primer pegunungan tengah

Gambar 12.  Grafik fluktuasi kelembaban relatif hutan primer pegunungan tengah

2.b. Tanah
Pengamatan sifat tanah pada hutan ini dilakukan dengan mengambil sampel pada setiap plot. Tebal solum tanah hutan ini pada plot satu adalah 54 cm, pada plot dua 49 cm dan pada plot tiga 62 cm. Hutan ini bertekstur tanah lempung berpasir, struktur tanah granuler-remah dan warna tanah cokelat tua kegelapan karena tanah pada ekosistem ini adalah tanah Andosol. Kematangan tanah matang dan pH tanah pada plot satu dan dua 5, sedangkan plot tiga ber-pH 4 serta KTK tanah untuk ketigsa plot dalah sedang.

3.      Hasil Pengamatan Vegetasi
Tabel 15.  INP Tingkat Semai dan Tumbuhan Bawah Hutan Primer Pegunungan Tengah
No
Nama Jenis
INP (%)
1
Huru
20.79
2
Ki baren
20.79
3
Semai a
29.12
4
Salam
20.79
5
Huru jeruk
37.45
6
Pakis
71.07
Total
200

Tabel 16.  INP Tingkat Pancang dan Liana Hutan Primer Pegunungan Tengah
No
Nama Jenis
INP (%)
1
Huru jeruk
53.88
2
Ki putrid
22.56
3
Ki segel
22.56
4
Huru sintok
55.89
5
Salam
22.56
6
Canar
22.56
Total
200

Tabel 17.  INP Tingkat Tiang Hutan Primer Pegunungan Tengah
No
Nama Jenis
INP (%)
1
Huru minyak
42.73
2
Huru jeruk
79.39
3
Jamumu
72.44
4
Huru sintok
61.8
5
Puspa
43.64
Total
300

Tabel 18.  INP Tingkat Pohon Hutan Primer Pegunungan Tengah
No
Nama Jenis
INP (%)
1
Huru
37.14
2
Ki hujan
15.6
3
Puspa
114.62
4
Ki sireum
24.35
5
Ramo gencel
13.34
6
Harendong
31.23
7
Pasang
20.34
8
Huru jeruk
27.18
9
Ki putrid
16.21
Total
300.01

Tabel 19. Keanekaragaman Jenis Vegetasi Hutan Primer Pegunungan Tengah
No
Tingkat Permudaan
R
H’
E
C
1
Semai dan Tumbuhan bawah
0.54287
1.63263
0.91119
0.22222
2
Pancang dan Liana
0.67771
1.53964
0.85929
0.26389
3
Tiang
0.70129
1.52294
0.94626
0.23457
4
Pohon
1.49837
1.90785
0.8683
0.1936


4.      Hasil Satwa Liar


F.      Hutan Pegunungan Atas
F.1. Padang Rumput, Daerah Ekoton, Hutan Pegunungan Tengah
1.      Deskripsi Kondisi Ekosistem
Praktek analisis vegetasi hutan pegunugan atas dilakukan pada ketinggian 2420 mdpl. Keadaan vegetasi pada ekosistem ini di dominasi oleh tumbukan bawah, dan terdapat sedikit tumbuhan berkayu pada daerah ekoton dan hutan pegunungan atas.
Sedikitnya tumbuhan berkayu yang ditemukan di hutan pegunungan atas disebabkan oleh faktor lingkungan yaitu ketersediaan udara yang sedikit dan suhu yang rendah. Sehingga, tumbuhan yang mampu beradapsi dengan keadaan lingkungan yang ekstrim tersebut sangatlah sedikit.
2.      Hasil Pengamatan Tanah dan Iklim
2.a. Iklim
1. Iklim Padang Rumput
Gambar 13. Grafik fluktuasi suhu di padang rumput pegunungan Atas

Gambar 14. Grafik fluktuasi kelembaban Relatif di padang rumput pg. atas
2.. Iklim hutan pegunungan atas
Gambar 15. Grafik fluktuasi suhu hutan pegunungan atas

Gambar 16. Grafik fluktuasi kelembaban kelembaban relatif hutan pegunungan atas
2.b. Tanah
Pengamatan tanah yang dilakukan padang rumput, daerah ekoton dan hutan pegunungan atas dengan cara mengambil satu sempel di setiap tipe ekosistem tersebut.
Pada padang rumput puncak gunung Papandayan diperoleh hasil tanah, yaitu Andosol yang bersolum50 cm. Tanah ini bewarna 2.5YR 3/0 (very dark grey) dengan struktur tanah granuler dan tekstur loam (lempung). Serta memiliki pH 4 dan tingkat kematangan tanah matang.
Pengamatan tanah pada daerah ekoton antara padang rumput dan hutan pegunungan atas, maka hasil yang diperoleh adalah, tanah daerah Ekoton juga merupakan tanah Andosol yang tercampur dengan abu vulkan yang berasal dari letusan gunung yang terakhir, yang memiliki warna 5YR 2.5/2 (Dark reddish brown). Struktur tanah adalah granuler, dan tekstur tanahnya adalah sandy clay loam. Serta tanah ber-pH 6 dan tingkat kematangan tanah matang.
Sedangkan, pengamatan tanah pada daerah hutan pegunungan atas, maka hasil yang diperoleh adalah, tanah daerah Ekoton juga merupakan tanah Andosol yang tercampur dengan abu vulkan yang berasal dari letusan gunung yang terakhir, yang memiliki warna 10YR 3/2 (Very dark grayish brown). Struktur tanah adalah gumpal membulat, dan tekstur tanahnya adalah silt loam. Serta tanah ber-pH 6 dan tingkat kematangan tanah matang.

3.      Hasil Pengamatan Vegetasi
Tabel 20.  INP Tumbuhan Bawah Padang rumput Pegunungan Atas
No
Nama Jenis
INP (%)
1
Rumput calurang
77,16
2
Teki
67,58
3
Paku rane
55,25
Total
200

Tabel 21.  INP Semai Tumbuhan Bawah Daerah Ekoton Pegunungan Atas
No
Nama Jenis
INP (%)
1
Cantigi segel
28,16
2
Kendung
34,28
3
Romogiling
30,21
4
Paku-pakuan hideng
62,86
5
Rumput teki
44,49
Total
200



Tabel 22. INP Tingkat Pancang Daerah Ekoton pegunungan atas
No
Nama Jenis
INP (%)
1
Ki Ajag
45
2
Kendung
35
3
Cantigi segel
85
4
Romogiling
35
Total
200

Tabel 23. INP Tingkat Semai dan Tumbuhan bawah pegunungan atas
No
INP (%)
1
Tanaman A
70.15
2
Jajamuan
28.85
3
Paku Andam
69.63
4
Rumput ilat
37.38
Total
200

Tabel 24. INP Pancang pegunungan atas


4.      Hasil Pengamatan Satwa Liar
Hasil pengamatan satwa liar di pegunungan atas Gunung Papandayan ditemukan dua jenis burung, yaitu Burung Betutut (M. corvina) dan Burung Pacitan. Kedua burung tersebut diidentifikasi berdasarkan suaranya.
            F.2. Hutan Cantigi
  1. Deskripsi Kondisi Hutan Cantigi
Kegiatan praktek pengenalan ekosistem hutan Cantigi dilakukan di daerah yang terletak pada ketinggian 2420 Mdpl, Gunung Papandayan. Objek yang dijadikan sebagai bahan  praktikum yaitu Cantigi yang masih berada pada tingkat pancang. Hal ini dapat dilihat dengan diameter cantigi yang kurang dari 10 cm dengan tinggi lebih dari 1,5 m, serta terdapat banyak cabang pada Cantigi tersebut.
            Kondisitopografi dari hutan Cantigi adalah landai dengan kerapatan vegetasi yang cukup rapat. Cantigi pada tingkat pancang merupakan tanaman yang mendominasi hutan cantigi dengan kondisi tegakan hutan yang masih cukup baik.
2.      Hasil pengamatan Tanah dan Iklim
3.      Hasil Pengamatan Vegetasi
4.      Hasil Pengamatan Satwa Liar

G.    Hutan Tanaman
G.1. Hutan Tanaman Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan Hutan
1.      Deskripsi Kondisi Hutan
Praktek pengenalan ekosistem hutan juga di lakuakan pada hutan tanaman yang dilakukan oleh Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan Hutan (GNRLH) di kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang Timur. GNRLH ini di lakukan pada lahan kritis atau rusak parah akibat penjarahan besar-besaran oleh masyarakat sekitar pada tahun 1999.
Lahan yang rusak di dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang ini mencapai 800 Ha, dari total luas seluruh kawasan 2313,9 Ha. Kawasan yang dikukan GNRLH ini lansung berbatasan dengan kebun karet milik BUMN PT. Perkebunan Nuasantara VIII.
Menurut keterangan warga setempat, GNRLH telah beberapa kali dilaksanakan, namun sering terjadi musibah kebakaran. Kebakaran terjadi karena adanya warga sekitar yang membuang puntung rokok sembarangan pada saat musim kemarau, sehingga tumbuhan bawah terutama jenis ilalang yang kering mudah tersulut api. Tumbuhan GNRLH bekas kebakaran yang tertinggal sudah masuk kedalam kategori pohon dan tiang. Untuk meningkatkan kualitas lahan, maka BKSDA resort Sancang Timur terus melakukan penghijauan kembali.

2.      Hasil Pengamatan Tanah dan Iklim

3.      Hasil Pengamatan Vegetasi
Pada pengamatan hutan tanaman mangrove, ditemukan tumbuhan pada tingkat semai, pancang, dan pohon. Tingkat semai hanya ditemukan dua jenis  tumbuhan, yaitu Bakau Kacang (Rhizophora mucronata) yang ditemukan di kuadran I dua individu dengan INP sebesar 116.67% dan Bakau Bandul (Rhizopora apiculata) yang ditemukan di kuadran IV satu individu dengan INP sebesar 83.33%.
Pada tingkat pancang juga ditemukan dua jenis tumbuhan, yaitu Bakau Kacang (Rhizophora mucronata) sebanyak 39 individu dengan INP sebesar74.07 dan Bakau Bandul yang memiliki INP lebih besar yaitu 125.93% karena jumlahnya lebih banyak ditemukan, yaitu sebanyak 123 individu. Begitupula pada tingkat pohon. Hanya ditemukan dua jenis yaitu Bakau Kacang (Rhizophora mucronata) sebanyak 13 individu dengan INP sebesar 137.98% dan Bakau Bandul (Rhizopora apiculata) sebanyak 18 individu dengan INP sebesar 162.07%. dari 31 pohon yang berumur 30 tahun ini, diameter pohon sekitar 10 cm hingga 16 cm dan tinggi total sekitar 10 hingga 12 meter.
Begitu sedikitnya semai yang ditemuka karena sedikitnya keterbukaan tajuk, menyebabkan cahaya matahari sulit untuk masuk sehingga semai sulit untuk tumbuh maupun berkembang. Selain Bakau Kacang dan Bakau Bandul, pada hutan tanaman mangrove ini juga terdapat jenis Tingi (Bruguiera gymnorrhiza), hanya saja pada saat pengamatan tidak ditemukan pohon Tingi tersebut. 
4.      Hasil Pengamatan Satwa Liar
Banyak burung yang ditemukan di hutan tanaman mangrove ini, dan semuanya diidentifikasi berdasarkan suaranya. Burung-burung tersebut antara lain Burung Madu Kelapa (Anthreptes malacensis), Burung Remetuk, Burung Cekakak Sungai, Burung Layang-layang, Burung Raja Udang Kecil, Burung Tekukur, Burung Kipasan, dan Burung Walet (Allocalia spp,Hirundapus spp, Apus spp). 






Gambar  12. Hutan tanaman mangrove
G.2. Hutan Tanaman Pinus merkusii
1.      Deskripsi Kondisi Hutan
Hutan tanaman pinus yang menjadi tempat praktek adalah Huta Tanaman Pinus merkusii yang terdapat di ketinggian 1740 mdpl gunung Papandayan. Hutan tanaman Pinus merkusii ini merupakan hutan tanaman milik PT. Perhutani. Pada lahan hutan tanaman ini, masyarakat setempat menerapkan Agroforestry. Pada umumnya masyarakat sekitar menanam sayur-sayuran di bawah tegakan pinus tersebut.
Pada hutan tanaman yang didominasi jenis pinus ini juga di temukan jenis alpukat, kayu putih. Tegakan hutan tanaman pinus ini masih berukuran tiang (diameter 10cm- 20cm), namun ada beberapa telah berukuran pohon (diameter ≥20 cm). kondisi hutan tanaman pinus ini cukup memprihatinkan, karena paada umumnya tegakan pinus tersebut rusak dan tidak terawat. Menurut penjelasan Bapak Wahyudin (guide kelompok 3-3B) kerusakan hutan tanaman pinus ini disengaja oleh masyarakat sekitar, demi mendapatkan naungan matahari yang cukup bagi tanaman sayurannya.

2.      Hasil Pengamatan Tanah dan Iklim
Temperatur di hutan tanaman Agathis diukur pada pukul 09.50 WIB hingga pukul 10.20 WIB. Data yang didapat dari pengamatan suhu dan kelembaban hutan tanaman Agathis yaitu temperatur bola kering 20.72oC dan temperatur bola basah 18.61oC. Presentase RH sebesar 68%. Terdapat dua horozon pada hutan tanaman Agathis. Horizon A tebal 18 cm, struktur tanah remah, warna tanah 10 YR, 3/3 dark brown, kematangan tanah matang, pH sebesar 6, dan KTK tanah sedang. Sedangkan horizon B tebal 63 cm, struktur tanah remah, warna tanah 54 YR, 4/4 reddish brown, kematangan tanah matang, pH sebesar 5, dan KTK tanah sedang.  

3.      Hasil Pengamatan Vegetasi
Berdasarkan hasil pengamatan pada luas petak 0.1 Ha dengan jari-jari 17.84 m, ditemukan enam jenis semai pada hutan tanaman agathis ini. Dari enam jenis semai yang ditemukan, Agathis loranthifolia memiliki INP paling tinggi yaitu 117.32%, sedangkan Huru Bancet 27.55%, Cireup12.21%, Wewe dan Kopen 15.34%, dan Naga sari 12.21%.
Selain semai, juga banyak ditemukan tumbuhan bawah sebanyak delapan belas jenis. Diantaranya Pelasan dengan INP 14.93%, Pakis Galar 12.04%, Pakis kejo 25.88%, Selempat 20.3%, Tanganan 2.89%, Gembiritan 3.56%, Kepompongan 3.56%, Pakis kantong 2.89%, Pakis sada 31.04%, Pakis tangan 10.7%, Wilada 2.89%, Suplir kipas 22.78%, Krisan 2.89%, Tembilungan 9.35%, Paku-pakuan 2.89%, Nyangku kebo 2.89%, Pacing 7.12%, dan Tahu-tahuan 3.56%. Pada hutan tanaman agathis ini tidak ditemukan pancang maupun tiang. Dari petak pengamatan yang telah dibuat, diperoleh 33 pohon Agathis loranthifolia. Dominansi yang didapat adalah 440.399,4 m2/Ha dengan tinggi total berkisar antara 21 hingga 36 meter dan diameter pohon berkisar antara 20 hingga 36 cm.
4.      Hasil Pengamatan Satwa Liar
Ditemukan dua jenis satwa liar, yaitu burung dan katak. Pada jenis katak, ditemukan saat melompat di atas tanah (serasah). Sedangkan ada dua jenis burung yang ditemukan, yaitu Burung Betutut (M. corvina) yang diidentifikasi berdasarkan suaranya dan Elang Jawa yang sedang terbang.




BAB IV
PEMBAHASAN KETERKAITAN KOMPONEN EKOSISTEM
ANTAR TIPE  EKOSISTEM HUTAN


Kondisi setiap tipe hutan dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu, misalnya sifat-sifat tanah, iklim, kondisi vegetasi, kondisi satwa liar, profil hutan, dan interaksi antara komponen abiotik dan biotik. Hal inilah yang menyebabkan komponen fisik masing-masinghutan berbeda.
Tanah meerupakan faktor edafis yang penting bagi pertumbuhan perakaran pohon dan perkembangannya. Kesuburan tanah ditentukan oleh sifat kimia, fisika, dan biologis tanah. (setiadi, et al.1992). kemampuan tanah memasok udara dan air terutama dikendalikan oleh faktor fisik, yaitu tekstur tanah, struktur tanahh, konsistensi, bulk density permeabilitas, aerasi dan susunan horizon. Sedangkan kemampuan memasok unsur hara dikendalikan oleh sifat kimia tanah seperti kandungan hara, pH tanah, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan Bara, bahan organik, dan fraksi liat serta sifat biologis tanah. Sifat kimia, fisika dan mineralogi partikel tanah tergantung pada ukuran partikelnya. Struktur tanah pada masing-masing hutan pegunungan hampir sama. Struktur tanah Merupakan gumpalan tanah yang berasal dari partikel-partikel tanah yang saling merekat satu sama lain karena adanya perekat misalnya eksudat akar, hifa jamur, lempung, humus, dll. Sedangkan KTK pada tiap tipe ekosistem bervariasi dari sedang sampai tinggi. Kematangan tanah pada tiap ekosistem hutan pegunungan tergolong matang yang hal ini dapat dibuktikan dari tanahnya yang mampu menahan beban diatasnya.
Selain itu tanah juga dipengaruhi oleh masyarakat tumbuhan hutan atau bukan hutan yang ada pada masa lampau atau saat ini di kawasan hutan yang merupakan hasil proses yang sangat rumit antara bahan induk tanah dengan komponen lingkungannya (Purwowidodo, 1998).
Pada hutan pegunungan pH berkisar antara 5-6. Hal ini memperlihatkan unsur hara tanah dapat diserap dengan baik di hutan pegunungan. Jika dikaitkan dengan KTK yang erat hubungannya dengan kesuburan tanah serta penyerapan hara, hutan pegunungan dan hutan tanaman pegunungan tengah memiliki KTK sedang. Sedangkan pada hutan primer pegunungan tengah unsur hara yang terkandung di dalam tanahnya tinggi, hal ini ditunjukan dari pengujian KTK yang lebih dari satu hari.
Berkaitan dengan tekstur tanah, makin halus tekstur, maka KTK semakin tinggi. Selain itu tekstur tanah juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Semakin tinggi tempatnya, kelekatan, keplastisan, serta kegemburan tanah semakin tinggi. Karena hutan pegunungan dan hutan tanaman Agathis berada di ketinggian yang lebih tinggi dari hutan pantai, hutan mangrove dan hutan dataran rendah kesuburan hutan pegunungan dan hutan tanaan tersebut lebih tinggi. Selain itu struktur tanah pegunungan yang berupa remah mengatakan struktur tanah yang baik.
Suhu semakin menurun seiring dengan pertambahan ketinggian tempat. Semakin tinggi ketinggian tempat, tekanan udara semakin meningkat, serta menurunnya gas-gas yang memiliki berat molekul yang besar, termasuk karbondioksida yang diperlukan tumbuhan untuk berfotosintesis. Walaupun ketingian bertambah, dan lebih dekat ke matahari, tetapi cahaya matahari sulit untuk masuk dan mengenai vegetasi hutan di tempat yang tinggi tersebut karena adanya kabut yang menjadi penghalang sinar matahari masuk. Karena adanya kabut tersebut juga membuat energi panas menurun, sehingga pantulannya rendah dan menyebabkan suhu juga semakina menurun. Karena sulit untuk melakukan fotosintesis, variasi serta bentuk vegetasi mengecil seiring dengan pertambahan ketinggian suatu tempat.  
Jenis satwa liar pada setiap tipe hutan baik dari variasi maupun bentuk morfologi tubuhnya disesuaikan dengan keadaan iklim serta habitat atau tempat hidupnya. Dari ketujuh tipe hutan tidak ditemukan jenis mamalia seperti babi hutan, musang dan lain sebagainya, lebih banyak ditemukan satwa jenis burung dan reptil. Mamalia sulit untuk ditemukan karena sifatnya yang menyesuaikan diri dengan habitat dan ketersediaan makanandari lingkungannya. Bisa dilihat dari kondisi hutan sekarang banyak yang telah rusak sehingga satwa liar tersebut tidak memiliki tempat lagi dan keberadaannya sudah mulai berkurang, contohnya saja harimau. Jenis burung mudah untuk beradaptasi karena makanannya lebih mudah didapat dari pada makanan hewan mamalia.
Profil hutan merupakan gambaran hutan dengan wilayah tertentu yang dapat mewakili keadaan vegetasi., kondisi hutan, serta luas tajuk yang berpengaruh pada siklis hidrologi. Semakin rapat tajuknya menunjukkan curahan tajuk yang semakin tinggi pula. Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), didalam hutan hujan tropika ada lima lapisan atau stratum tajuk, yaitu lapisan A,B,C,D, dan E. Lapisan A,B,dan C merupakan lapisan tajuk dan tingkat pohon. Lapisan D merupakan lapisan tingkat perdu dan semak. Sedangkan lapisan E merupakan mapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah. Bata strata tersebut berbeda-beda tergantung dari komposisi hutan. Tapi, tidak semua hutan memiliki strata yang lengkap seperti itu. Contohnya saja hutan mangrove yang hanya memiliki satu strata. Untuk siklus hidrologi hutan yang transpirasinya paling tinggi adalah hutan mangrove karena suhu yang tinggi, kelembaban rendah dan radiasi sinar matahari tinggi tidak ada penghalang seperti tajuk, selain itu juga hutan mangrove selalu tergenang oleh air.




















V KESIMPULAN DAN SARAN


A.    Kesimpulan
Berdasarkan ketujuh tipe ekosistem hutan yang telah diamati dalam PPEH, ketujuh tipe hutan tersebut memiliki karakteristik tersendiri dalam mencirikan tipe dan komponen ekosistemnya. Dari pengenalan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi suatu tempat, suhu semakin rendah, tekanan udara semakin turun, tetapi kesuburan tanah semakin tinggi. Berkurangnya jenis serta ukuran vegetasi dan hewan seiringnya pertambahan tinggi suatu tempat karena sulit masuknya cahaya matahari karena terhalang oleh kabut. Hal ini menyebabkan tumbuha sulit unuk melakukan fotosintesis sehingga pertumbuhannya terganggu. Begitu juga dengan satwa liar, karena berkurangnya vegetasi, satwa liar tersebut sulit untuk mendapatkan makanan.

B.     Saran
Untuk mendapatkan hasil yang akurat dan cepat, sebaiknya dipersiapkan peralatan yang memadai, baik dari jumlah, kondisi peralatan, maupun tingkat teknologinya.





























DAFTAR PUSTAKA


Istomo dkk. 2008. Panduan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan. Bogor :
    Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan IPB.
Soepardi, Goesnowo. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor.
Soerianegara, I. dan Indrawan. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Fakultas
     Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor