BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Degradasi lahan merupakan
masalah utama lingkungan dan isu penting. Menurut FAO, definisi degradasi lahan
adalah penurunan kapasitas produktif lahan secara temporal maupun permanen.
El-Swaify (1994) dalam Tosiani (2009) berdasarkan definisi ini, degradasi lahan
berhubungan erat dengan kualitas tanah. Salah satu bentuknya adalah erosi
tanah, yang merupakan proses pemecahan dan transportasi tanah pada permukaan
lahan oleh angin dan air yang dipengaruhi oleh faktor alam (energi hujan,
materi induk tanah, kedalaman tanah, dan topografi/kemiringan lereng) dan
faktor antropologi (tipe vegetasi, tutupan vegetasi dan praktek managemen).
Dengan demikian erosi tanah adalah fungsi dari erosivitas dan erodibilitas
tanah (kondisi fisik tanah, kondisi topografi dan tutupan vegetasi/penggunaan
lahan). Erosi tanah merupakan salah satu bencana sumber daya alam, yang jika
terjadi terus menerus akan memicu terjadinya bencana alam lain, seperti tanah
longsor dan banjir
Erosi tanah adalah masalah
utama yang terjadi secara meluas hingga kini. Hal ini ditunjukkan dengan
peningkatan angka lahan kritis dan sedimentasi di beberapa DAS. Hal ini dipicu
salah satunya oleh peningkatan jumlah penduduk yang cepat sehingga pemenuhan
kebutuhan hidup dasar seperti makanan dan tempat tinggal juga meningkat. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, penduduk membuka lahan untuk pertanian dan
perkebunan secara terus menerus tanpa mempertimbangkan kondisi tanahnya.
Integrasi teknik penginderaan jauh dan GIS sudah digunakan untuk menghitung
nilai erosi sejak tahun 1970. Proses erosi meliputi perubahan waktu dan tempat,
yang mana GIS merupakan alat yang optimal untuk memperbaharui informasi tentang
erosi. Sedangkan teknik penginderaan jauh merupakan alat untuk mendeteksi dan
memantau perubahan penggunaan lahan sebagai masukan untuk model perhitungan
erosi tanah. Dalam praktikum kali ini, dilakukan analisis sebaran potensi erosi
pada sub DAS Kali Madiun yang merupakan salah satu bagian dari DAS Solo yang
termasuk sebagai salah satu DAS kritis di Indonesia.
1.2
Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui
dan menganalisis sebaran potensi erosi pada sub DAS Kali Madiun.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Erosi
Erosi tanah adalah
kejadian pengikisan lapisan tanah (umumnya yang terletak di permukaan lahan)
oleh biang erosi (air hujan) yang melibatkan dua proses berurutan yang
terpisah, yaitu pemecahan tanah yang diikuti oleh pengangkutan bahan-bahan
tanah terpecah dan pengendapannya (Purwowidodo, 1999). Tahapan erosi tanah
meliputi benturan butir-butir hujan dengan tanah, percikan tanah oleh butiran
hujan ke segala arah, penghancuran bongkahan tanah oleh butiran hujan,
pemadatan tanah, penggenangan air di permukaan, pelimpasan air karena adanya
penggenangan dan kemiringan lahan, dan pengangkutan partikel terpercik dan/atau
masa tanah yang terdispersi oleh air limpasan (Rahim,2003).
Hujan akan menimbulkan
erosi jika intensitasnya cukup tinggi dan jatuhnya dalam waktu yang cukup lama.
Ukuran-ukuran butir hujan juga sangat berperan dalam menentukan terjadinya
erosi tanah karena energi kinetik merupakan penyebab utama dalam penghancuran
agregat-agregat tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah meliputi
hujan, angin, limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, penutupan
tanah baik oleh vegetasi atau lainnya, dan ada atau tidaknya tindakan
konservasi. Erosi tanah merupakan suatu akibat dari hasil interaksi kerja
antara faktor-faktor iklim, vegetasi, topografi, tanah, dan manusia.
Faktor-faktor yang dapat diubah antara lain cara kerja manusia, vegetasi yang
tumbuh di atas tanah, serta sebagian sifat-sifat tanah yaitu kesuburan tanah,
ketahanan agregat dan kapasitas infiltrasi. Faktor-faktor yang tidak dapat diubah
antara lain iklim, tipe tanah, dan kecuraman (Arsyad,2006).
2.2
Indeks Bahaya Erosi
Untuk mengetahui
kejadian erosi pada tingkat membahayakan atau status ancaman degradasi lahan
atau tidak, dapat diketahui dari nilai indeks bahaya erosi dari lahan tersebut.
Dari nilai indeks bahaya erosi yang diperbolehkan dapat diketahui tingkat
bahaya atau ancaman erosi tersebut di suatu lahan dengan berpedoman pada
klasifikasi indeks bahaya erosi. Pada prinsipnya, rekomendasi teknik konservasi
tanah dihasilkan dari nilai Indeks Bahaya Erosi (IBE) yang merupakan
perbandingan dari nilai prediksi erosi (A) dengan nilai erosi yang masih
diperbolehkan (T). Rumus IBE adalah IBE=A/T.
Prediksi erosi ditentukan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Smith dan
Wischmeier (1978) yang dikenal dengan Universal Soil Loss Equation
(USLE). IBE >1 dikategorikan sebagai lahan yang memerlukan teknik konservasi
khusus karena tingkat erosi yang terjadi (A) sudah melebihi dari batas yang
diperbolehkan (TSL). IBE <1 berarti lahan tersebut masih aman dan belum
memerlukan tindakan konservasi khusus (Marwanto et.al,2008). Nilai indeks
bahaya erosi (IBE) merupakan rasio antara nilai erosi yang terjadi dengan nilai
T (tolerable soil erosion) atau nilai erosi yang diperbolehkan.
Nilai IBE kurang dari 1,00 dikategorikan sebagai tingkat bahaya erosi
rendah, artinya laju erosi yang terjadi tidak membahayakan produktivitas
tanah yang bersangkutan, nilai IBE 1,00-4,00 dikategorikan sedang, nilai
IBE 4,00-10,00 dikategorikan tinggi, dan nilai IBE lebih dari 10,00 dikategorikan
sangat tinggi (Hammer 1981 yang diacu dalam Pokja Erosi dan Sedimentasi
2002).
2.2 Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) adalah
perkiraan jumlah tanah yang hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan,
bila pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah tidak mengalami
perubahan. Analisis TBE secara kuantitatif dapat menggunakan formula yang
dirumuskan oleh Wischmeier dan Smith (1978) berupa rumus Universal Soil Loss
Equation (USLE). Analisis TBE menggunakan
rumus USLE dari Wischmeier dan Smith (1978). Formulasi USLE adalah sebagai
berikut:
A = R x K x L x S x C x P
Keterangan :
A = Laju erosi tanah
(ton/ha/tahun)
R = Indeks erosivitas hujan
K = Indeks erodibilitas tanah
L = Indeks panjang lereng
S = Indeks kemiringan lereng
C = Indeks penutupan vegetasi
P = Indeks pengolahan lahan
atau tindakan
konservasi tanah
Berdasarkan
rumus yang digunakan, maka diperlukan empat jenis peta sebagai dasar
perhitungan TBE, yaitu peta curah hujan, peta jenis tanah, kemiringan, dan peta
penutupan lahan. Proses perhitungan nilai indeks dari setiap data peta,
dilakukan dengan berbagai formulasi, yaitu:
1.
Indeks
erosivitas (R). Indeks erosivitas
hujan dapat diperoleh dengan menghitung besarnya energi kinetik hujan (Ek) yang
ditimbulkan oleh intensitas hujan maksimum selama 30 menit (EI30). Rumus yang
dipergunakan adalah Metode Utomo (1989) yaitu: EI 30 = -8,79 + (7,01 x R)
dimana: EI30 = erosivitas hujan dan R = hujan rata-rata bulanan (cm)
(Herawati,2010).
2.
Indeks
erodibilitas (K). Indeks
erodi-bilitas tanah menunjukkan tingkat kerentanan tanah terhadap erosi, yaitu
retensi partikel terhadap pengikisan dan perpindahan tanah oleh energi kinetik
air hujan. Tekstur tanah yang sangat halus akan lebih mudah hanyut dibandingkan
dengan tekstur tanah yang kasar. Kandungan bahan organik yang tinggi akan
menyebabkan nilai erodibilitas tinggi.
3.
Indeks panjang
dan kemiringan lereng (LS). Renard et
al., (1997) dalam Herawati (2009) faktor kemiringan dan panjang lereng (LS)
terdiri dari dua komponen, yakni faktor kemiringan dan faktor panjang lereng.
Faktor panjang lereng adalah jarak horizontal dari permukaan atas yang mengalir
ke bawah dimana gradien lereng menurun hingga ke titik awal atau ketika
limpasan permukaan (run off) menjadi terfokus pada saluran tertentu
4.
Indeks
penutupan vegetasi dan pengolahan lahan (CP). Renard et al., (1997) dalam Herawati (2009) faktor
penutupan lahan menggambarkan dampak kegiatan pertanian dan pengelolaannya pada
tingkat erosi tanah.
5.
Kelas tingkat
bahaya erosi. Hasil perhitungan nilai
laju erosi dengan menggunakan rumus USLE kemudian diklasifikasi menjadi lima
kelas, yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
Tabel 1. Klasifikasi Tingkat
Bahaya Erosi
No
|
Kelas TBE
|
Kehilangan tanah
(ton/ha/th)
|
Keterangan
|
1
|
I
|
<15
|
Sangat ringan
|
2
|
II
|
16-60
|
Ringan
|
3
|
III
|
60-180
|
Sedang
|
4
|
IV
|
180-480
|
Berat
|
5
|
V
|
>480
|
Sangat berat
|
Sumber : Dephut (2008)
BAB III
METODELOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Analisis Topografi
dan Wilayah Hujan Dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Secara Kuantitatif ini
dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 5 April 2012 pada pukul 09.00 – 12.00 WIB
yang bertempat di ruang LG. 201 Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam
praktikum Analisis Topografi dan Wilayah Hujan Dalam Daerah Aliran Sungai ini
adalah Laptop, Software AcrGIS 9.3, Software Microsoft Office Excel. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah data digital sub-DAS Madiun, data digital tutupan
lahan pada Sub-DAS Madiun, data digital sebaran jenis tanah pada Sub-DAS
Madiun, data digital sebaran tebal solum tanah pada Sub-DAS Madiun, dan data
digital sebaran curah hujan dalam bentuk spline curah hujan Sub-DAS Madiun.
3.3 Langkah Kerja
1. Buka
aplikasi ArcGIS-ArcMAP dan tambahkan data yang akan dianalisis (Madiun_utm,
jenis_tanah_utm, tuplah_utm, solum2_utm dan spline_CH).
2. Klik
kanan jenis_tanah_utm à
properties à pilih menu Symbology à pilih sub-menu Categories à rubah value field menjadi Tanah à klik add all values à klik oke.
3. Pilih
menu Spatial Analyst à Convert
à Features to Raster à rubah input Features menjadi jenis_tanah_utm à rubah Field menjadi nilai_K à rubah ouput cell menjadi 30 à simpan data dengan nama file Nilai_k pada
output Raster.
4. Pilih
menu Arc toolbox à
Conversion tools à to
Raster à Polygon to Raster à rubah input Features menjadi jenis_tanah_utm à rubah value field menjadi Nilai_K à rubah cellsize menjadi 30 à simpan data dengan nama file K_factor pada
output raster.
5. Klik
kanan pada Tuplah_utm à
Properties à pilih menu Symbology à pilih sub-menu Categories à rubah value field menjadi Tuplah à klik add all values à klik oke.
6. Klik
kanan pada tuplah_utm à open
Attribute table à option à add field
7. Pada
table perintah add field, buat Nilai_CP pada kotak name à rubah type menjadi double à pada field properties rubah precision menjadi
7 dan scale 2.
8. Klik
option à select by attribute à pada table perintah select attribute à double klik Tuplah à klik Get Unique Values à klik salah satu kategori yang diinginkan.
(contoh : ‘TUBLAH’ = ‘ Bandara/Pelabuhan’) klik Apply. Lakukan untuk semua
kategori.
9. Klik
kanan kolum Nilai_CP à Field
Calculator à masukkan nilai CP nya.
(BandaraPelabuhan : 0.5; Lahan Terbuka : 0.9; Sawah : 0.5; Tubuh Air : 0.05;
Hutan Tanaman : 0.5; Pertanian Lahan Kering : 0.43; Pemukiman/Lahan Terbangun :
0.5; Semak Belukar : 0.01; Hutan Sekunder : 0.25; Pertanian Lahan Kering Campur
Semak : 0.2)
10. Klik
kanan Attribute of TUPLAH_utm à Clear
Selections.
11. Pilih
menu Spatial Analyst à Convert
à Features to Raster à rubah input Features menjadi jenis_tanah_utm à rubah Field menjadi nilai_K à rubah ouput cell menjadi 30 à simpan data dengan nama file CP_Factor pada
output Raster.
12. Masukkan
data Spline_CH yang berasal dari hasil praktikum Analisis Curah Hujan Rata-rata
Wilayah
13. Masukkan
data LS_Factor yang berasal dari hasil praktikum Analisis Topografi dan Wilayah
Hujan Daerah Aliran Sungai.
14. Pilih
menu Spatial Analyst à Raster
Calculator à masukkan rumus “Rain_fall =
(0.0483 * pow([tk_ann_rain], 1.610)) (catatan: [tk_ann_rain] diganti dengan
Spline_CH)
15. Pilih
menu SSpatial Analyst à Raster
Calculator à masukkan rumus “IBE = [Rain_fall]
* [K_factor] * [LS_factor] * [CP_factor] (catatan IBE : Indeks Bahaya Erosi,
dan rumus tergantung dengan nama file yang dibuat)
16. Pilih
menu Spatial Analyst à
Reclassify àklik Classify à rubah Method menjadi Manual à klik oke à rubah
ol values menjadi 0 – 15 untuk kelas 1; 15 – 60 kelas 2; 60 – 180 kelas 3; 180
– 480 kelas 4; >480 kelas 5 à sipan
data dengan nama file IBE_series à klok
oke
17. Pilih
menu Arc toolbox àCoversion
tools à from raster àraster to polygon à masukkan data IBE_series pada input raster àrubah field menjadi value à simpan data dengan nama file polygon_IBE pada
output polygon features.
18. Pilih
menu Arc toolbox à
Analysis tools à Overlay
à Spatial Join à masukkan data polygon_IBE pada target features
à masukkan Solum_utm pada
JoinFeatures à simpan data dengan nama file
join_IBE_Solum àklik
oke.
19. Klik
kanan Join_IBE_Solum à Open
Attribute Table à klik
Options à Add field à ketik TBE pada kolum name àrubah Type menjadi text à klik oke.
20. Klik
options à select by attribute à double klik gridcode à = à klik
get unique values à doble
klik kategori à and à double klik solum à = à klik
get unique values à double
klik kategorinya. (contoh “GRIDCODE” = 1 and “SOLUM” = ‘Sangat Dangkal’)
lakukan untuk semua kategori à klik
Apply à klik kanan kolum TBE àfield Calculator à
ketikkan kategori tingkat erosinya. (lakukan pada semua kategori)
21. Klik
kanan options à add field à ketikkan Luas_m2 pada kolum Name à rubah type menjadi Double à rubah Precision menjadi 7 dan scale 2 à klik oke.
22. Pilih
menu Editor à start Editing à klik kanan kolum Luas_m2 à Calculate Goemetry – rubah Poperties menjadi
Area à rubah units menjadi Square
meters à klik Oke à stop Editing.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Gambar 1.
Sebaran Jenis tanah pada Sub-DAS Madiun
Keterangan :
Gambar 2.
Nilai erosivitas Tanah (Nilai_K)
Keterangan :
Gambar 3.
Raster dari K_Factor
Keterangan:
Gambar 4.
Seberan tutupan lahan pada Sub-DAS Madiun
Keterangan:
Gambar 5.
Raster dari factor tanaman (CP_factor)
Keterangan:
Gambar 6.
Raster indeks erosivitas hujan (Rain_fall)
Keterangan:
Gambar 7.
Raster Ideks Bahaya Erosi (IBE)
Keterangan:
Gambar 8.
Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (IBE_series)
Keterangan:
Gambar 9. Polygon features of IBE (Polygon_IBE)
dan Join_IBE_Solum
Tabel Tingkat Bahaya Erosi Sub-DAS Madiun
Tingkat Bahaya Erosi
|
Jumlah Polygon Wilayah
|
Luas (m2)
|
Persentase (%)
|
Ringan
|
9.357
|
1.242.721.250
|
48.20%
|
Sedang
|
13.493
|
259.214.659,8
|
10.05%
|
Berat
|
24.873
|
477.186.722,6
|
18.51%
|
Sangat Berat
|
26.355
|
599.365.668,6
|
23.24%
|
Total
|
74.078
|
2.578.488.301
|
100.00%
|
4.2 Pembahasan
Erosi adalah proser
penghancuran pemisahan partikel tanah dari permukaan tanah dan diangkut oleh
air/angin ke tempat pengendapannya atau tempat sedimentasinya. Pada daerah tropis erosi yang paling dominan
disebabkan oleh air, sedangkan erosi yang disebabkan oleh angin hamper tidak
terjadi sehingga dapat diabaikan.
Erosi dapat dibagi menjadi
dua berdasarkan tingkat kejadian erosi, yaitu erosi yang diperbolehkan (erosi
geologi) dan erosi yang tidak diperbolehkan. Erosi geologi adalah tingkat kejadian
erosi lebih lambat atau sama dengan tingkat terbentuknya tanah dari proses
pelapukan batuan induknya. Sedangkan erosi yang tidak diperbolehkan adalah
erosi yang terjadi lebih tinggi dari proses pembentukan tanah, sehingga terjadi
degradasi lahan.
Erosi dapat dikelompokkan
menjadi 4 kategori bedasarkan besarnya massa tanah yang tererosi yang disebut
Indeks Bahaya Erosi (IBE), yaitu massa tanah yang tererosi < 15 ton/ha/tahun
yang biasa disebut kelas I, 16 – 60 ton/ha/tahun yang biasa disebut kelas II,
berat 60 – 180 ton/ha/tahun yang biasa disebut kelas III, sangat berat 180 -
480 ton/ha/tahun yang biasa disebut kelas IV, dan > 480 ton/ha/tahun yang
biasa disebut kelas V. Namun dalam mengelompokkan Tingkat Bahaya Erosi pada
suatu lahan, tidak hanya ditinjau dari massa tanah yang tererosi setiap
Ha/tahunnya melainkan perlu pertimbangan lain yaitu kedalaman dari solom tanah
tersebut.
Untuk menentukan Tingkat
Bahaya Erosi (TBE) dengan mengkombinasikan antara massa tanah yang tererosi
dengan ketebalan solom tanah juga dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu solum
sangat dangkal (<30 cm) pada IBE kelas I dikategorikan TBE berat,
sedangkan kelas II – V masuk kategori
sangat berat. Pada solum sedang (30 – 60 cm) IBE kelas I masuk kategori sedang, kelas IBE II
dan III masuk kategori berat dan kelas IV dan V masuk kategori sangat berat.
Pada solum dalam (> 60 cm), kelas I masuk kategori ringan, kelas II dan III
masuk kategori sedang, kelas IV masuk kategori berat dan kelas V masuk kategori
Sangat berat.
Pada Sub-DAS madiun dengan
luas total 2.578.488.301 m2, Tingkat Bahaya Erosi dengan kategori
Ringan terjadi pada luasan 1.242.721.250 m2 atau 48,20% dari luasan
total Sub-DAS Madiun. Tingkat Bahaya Erosi sedang terjadi pada luasan 259.214.659,8
m2 atau 10,05% dari luasan total Sub-DAS Madiun. Tingkat Bahaya
Erosi berat terjadi pada luasan 477.186.722,6 m2 atau 18,51% dari
luas Sub-DAS Madiun. Sedangkan pada Tingkat Bahaya Erosi sangat berat terjadi
pada luasan 599.365.668,6 m2 atau 23,24% dari luas Sub-DAS Madiun.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dengan
GIS pada Sub-DAS Madiun untuk menganalisis sebaran erosi potensial pada Sub-DAS
Madiun, maka deperoleh hasil Tingkat Bahaya Erosi ringan terjadi pada luasan
48,20 % dari luas Sub-DAS Madiun, sedang terjadi pada luasan 10,05% dari luas
Sub-DAS madiun, berat terjadi pada luasan 18,51% dari luas Sub-DAS Madiun, dan
sangat berat terjadi pada luasan 23,24% dari luas Sub-DAS Madiun.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
[Dephut]
Departemen Kehutanan. 2008. Buku
Statistik Kehutanan Indonesia. Jakarta.
Kelompok
Kerja Erosi dan Sedimentasi. 2002. Kajian
Erosi dan Sedimentasi Pada DAS Teluk Balikpapan Kalimantan Timur, Laporan
Teknis Proyek Pesisir, TE-02/13-I, CRC/URI, Jakarta.
Purwowidodo.
1999. Konservasi Tanah di Kawasan Hutan.
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor: IPB Press.
Rahim
SE. 2003. Pengendalian Erosi Tanah dalam
Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup.
Jakarta: Bumi Aksara.
Marwanto
et.al.2008.Identifikasi Lahan Rawan Longsor dan Indeks Bahaya Erosi di
Kabupaten Solok provinsi Sumatra Barat [terhubung
berkala].
balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/.../setiari_longsor.pdf.
Herawati
T.2010.Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi di Wilayah DAS Cisadane Kabupaten
Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam 8(4):413-42
Tosiani,
A. 2009. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Erosi Tanah di Sub
DAS Mesaam Provinsi Bali [terhubung berkala]. http://j4ll3d.student.umm.ac.id/download-as-doc/student_blog_article_7.doc
tutorialnya kah mas? saya skripsi ini
BalasHapusSudah dapat tutorialnya ? Saya juga lg skripsi ini 😁
Hapus