Kamis, 19 April 2012

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 32/Kpts-II/2001 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN ( Sumber: www.dephut.go.id 12)

Sumber: www.dephut.go.id 1
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN
Nomor : 32/Kpts-II/2001
TENTANG
KRITERIA DAN STANDAR PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan, menetapkan bahwa Pemerintah menyelenggarakan
pengukuhan kawasan hutan guna memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan;
b. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom telah
ditetapkan Kewenangan Pemerintah (Pusat) mengenai penetapan kriteria dan standar
pengukuhan kawasan hutan;
c. bahwa berhubung dengan itu, dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan mengenai
Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan dengan Keputusan Menteri
Kehutanan.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Hukum Laut
Tahun 1982;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya;
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1999 tentang Perusahaan Umum Kehutanan
Negara;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom;
11. Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1999 tentang Susunan Organisasi Departemen;
12. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 jo. Nomor 289/M Tahun 2000 tentang
Pembentukan Kabinet Persatuan Nasional;
13. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 002/Kpts-II/2000 tentang
Organisasi, dan Tata Kerja Departemen Kehutanan dan Perkebunan;
14. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 399/Kpts-II/1990 jo. Nomor 635/Kpts-II/1996
tentang Pedoman Pengukuhan Hutan;
15. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 400/Kpts-II/1990 jo. Nomor 635/Kpts-II/1996
tentang Panitia Tata Batas;
Sumber: www.dephut.go.id 2
16. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 613/Kpts-II/1997 tentang Pedoman
Pengukuhan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Perairan.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG KRITERIA DAN STANDAR
PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
yangsatu dengan yanglainnya tidak dapat dipisahkan.
2. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap, termasuk
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Perairan.
3. Pengukuhan kawasan hutan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan melalui proses
penunjukan, penataan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan.
4. Penunjukan kawasan hutan adalah penetapan awal suatu wilayah tertentu sebagai
kawasan hutan yangdapat berupa penunjukan mencakup wilayah propinsi atau
partial/kelompok hutan.
5. Penataan batas kawasan hutan adalah kegiatan yang meliputi proyeksi batas,
inventarisasi hak-hak pihak ketiga, pemancangan tanda batas sementara, pemancangan
dan pengukuran tanda batas definitif.
6. Pemetaan kawasan hutan adalah kegiatan pemetaan hasil pelaksanaan penataan batas
kawasan hutan berupa peta tata batas yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan Berita Acara Tata Batas.
7. Penetapan kawasan hutan adalah suatu penegasan tentang kepastian hukum mengenai
status, letak, batas dan luas suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai
kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap dengan Keputusan Menteri.
8. wilayah tertentu adalah kelompok hutan atau gabungan beberapa kelompok hutan baik
berhutan maupun tidak berhutan.
9. Batas kawasan hutan adalah batas antara kawasan hutan dengan bukan kawasan hutan.
10. Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan adalah berita acara tentang hasil penataan
batas kawasan hutan yang disusun oleh Panitia Tata Batas dengan dilampiri Berita
Acara Pengakuan Hasil Pembuatan Batas, berita acara-berita acara lainnya sebagai
hasil penataan batas, notulen rapat-rapat Panitia Tata Batas dan surat-surat bukti
lainnya yang berkaitan dengan kawasan hutan tersebut.
11. Panitia Tata Batas adalah Panitia Tata Batas (PTB) Kawasan Hutan termasuk kawasan
Sumber: www.dephut.go.id 3
suaka alam darat maupun perairan, kawasan pelestarian alam darat maupun perairan,
dan taman buru.
12. Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang
kehutanan.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud penetapan kriteria dan standar pengukuhan kawasan hutan adalah merumuskan
pembakuan ukuran dan spesifikasi teknis tahapan-tahapan kegiatan pengukuhan kawasan
hutan.
Pasal 3
Tujuan penetapan kriteria dan standar pengukuhan kawasan hutan adalah terwujudnya
kepastian hukum atas status, letak, batas dan luas kawasan hutan.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Ruang lingkup pengukuhan kawasan hutan, meliputi :
a. Penunjukan Kawasan Hutan
b. Penataan Batas Kawasan Hutan
c. Pemetaan Kawasan Hutan
d. Penetapan Kawasan Hutan
BAB IV
K R I T E R I A
Bagian Pertama
Penunjukan Kawasan Hutan
Pasal 5
(1) Kriteria penunjukan kawasan hutan dirinci menurut status, keadaan, letak, batas dan luas
areal yang akan ditunjuk.
(2) Kriteria status areal yang ditunjuk sebagai kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 5 ayat (1) adalah:
a. Belum pernah ditunjuk atau ditetapkan Menteri sebagai kawasan hutan (penunjukan
partial).
b. Tidak dibebani hak-hak atas tanah.
c. Tergambar dalam peta penunjukan kawasan hutan dan perairan propinsi
yangditetapkan oleh Menteri atau Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi/Kabupaten
(RTRWP/RTRWK).
(3) Kriteria keadaan areal yangditunjuk sebagai kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 5 ayat (1) adalah:
a. Berhutan dan/atau tidak berhutan
b. Dapat dihutankan secara konvensional
Sumber: www.dephut.go.id 4
(4) Kriteria letak, batas dan luas areal yang ditunjuk sebagai kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) adalah:
a. Daratan dan perairan
b. Batas dan luasnya jelas dan terukur.
Pasal 6
Kriteria fungsi hutan areal yang akan ditunjuk sebagai kawasan hutan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 5 ayat (1) adalah:
a. Ditentukan berdasarkan PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional sepanjang menyangkut Taman Buru (TB), Hutan Lindung (HL), Hutan
Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Tetap (HP) dan Hutan Produksi yang dapat
dikonversi (HPK).
b. Ditentukan berdasarkan PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka alam (KSA)
dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) sepanjang menyangkut Cagar Alam (CA),
Suaka Margasatwa (SM), Taman Nasional (TN), Tahura dan Taman Wisata Alam
(TWA).
Bagian Kedua
Penataan Batas Kawasan Hutan
Pasal 7
(1) Kriteria penataan batas dirinci menurut status, trayek batas, patok dan pal batas, dan
Panitia Tata Batas Kawasan Hutan.
(2) Kriteria status areal yang ditata batas sebagai kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 7 ayat (1) adalah:
a. Kawasan hutan yang telah ditunjuk
b. Bebas dari hak-hak pihak ketiga
c. Memperoleh pengakuan para pihak (masyarakat, badan hukum, pemerintah) di
sepanjang trayek penetaan batas.
(3) Kriteria trayek batas areal yang ditata batas sebagai kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) adalah:
a. Mempunyai titik ikat yang pasti di lapangan
b. Mengikuti azimuth dan jarak yang terukur menyesuaikan dengan batas alam (sungai,
tepi pantai, tepi danau, dan lain-lain)
c. Mempunyai lorong batas
(4) Kriteria patok dan pal batas areal yang ditata batas sebagai kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) adalah:
a. Patok batas dan pal batas mempunyai koordinat
b. Patok batas digunakan untuk penataan batas sementara
c. Pal batas digunakan untuk penataan batas difinitif
Sumber: www.dephut.go.id 5
Pasal 8
Kriteria Panitia Tata Batas areal yang ditata batas sebagai kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) adalah:
a. Dibentuk dan disyahkan oleh Bupati/Walikota
b. PTB Kawasan Hutan diketuai oelh Bupati/Walikota dengan anggota terdiri dari unsurunsur:
1. Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten/Kota
2. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
3. Dinas-Dinas yang terkait di Kabupaten/Kota
4. Camat Kepala Wilayah Kecamatan
5. Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan
6. Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam/Sub Seksi Konservasi Sumber Daya
Alam
7. Instansi lain yang dianggap perlu
8. Kepala Desa
9. Tokoh masyarakat/ketua adat masyarakat setempat
Untuk penataan batas perairan anggota Panitia Tata Batas ditambah :
10. Kepala Distrik/Sub Distrik Navigasi
11. Kepala Dinas Perikanan
12. Kantor Departemen Perhubungan
13. Kantor Departemen Kelautan
Bagian Ketiga
Pemetaan Kawasan Hutan
Pasal 9
(1) Kriteria pemetaan kawasan hutan dirinci menurut Peta Tata Batas dan Berita Acara Tata
Batas Kawasan Hutan yang akan dipetakan.
(2) Kriteria Peta tata Batas Areal yang dipetakan sebagai kawasan hutan sebagaimana
dimaskud pada Pasal 9 ayat (1) adalah:
a. Peta dasar yang digunakan ditentukan berdasarkan urutan ketersediaan liputan peta
atas kawasan hutan yang dipetakan yaitu Peta Rupa Bumi (RBI), Peta Topografi
(TOP) dan Peta Joint Opration Graphic (JOG).
b. Menggambarkan hasil pelaksanaan penataan batas kawasan hutan dalam bentuk peta
tata batas.
(3) Kriteria Berita Tata Batas (BATB) kawasan hutan sebagaimana pada Pasal 9 ayat (1)
adalah:
a. BATB Sementara yang meliputi :
1. Trayek batas yang digunakan dalam BATB sementara telah diumumkan
kepada masyarakat.
2. Memuat pernyataan pengakuan masyarakat di sepanjang trayek penataan batas
Sumber: www.dephut.go.id 6
kawasan hutan.
b. BATB Difinitif yang meliputi :
1. Telah memperoleh persetujuan PTB yang dinyatakan dalam bentuk
penandatanganan oleh seluruh anggota PTB.
2. Adanya pernyataan tidak tercatat hak-hak kepemilikan atas tanah, tanam
tumbuh, bangunan dan sebagainya.
3. Memuat rincian route pelaksanaan pengukuran batas kawasan hutan.
Bagian Keempat
Penetapan Kawasan Hutan
Pasal 10
(1) Kriteria penetapan kawasan huatn dirinci menurut peta penetapan kawasan hutan, BATB
kawasan hutan dan keputusan penetapan kawasan areal yang akan ditetapkan.
(2) Kriteria peta penetapan kawasan hutan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) adalah:
a. Peta dasar yang digunakan ditentukan berdasarkan urutan ketersediaan liputan peta
atas kawasan hutan yang dipetakan yaitu Peta Rupa Bumi (RBI), Peta Topografi
(TOP) dan Peta Joint Operation Graphic (JOG).
b. Dapat menggunakan kombinasi batas dari hasil penataan batas difinitif dengan batas
lainnya seperti batas administrasi pemerintahan (kabupaten atau propinsi).
(3) Kriteria BATB kawasan hutan yang ditetapkan sebagai kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) adalah BATB difinitif yang telah disahkan oleh Menteri.
(4) Kriteria keputusan penetapan kawasan hutan areal yang ditetapkan sebagai kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) adalah memuat keputusan penetapan kawasan
hutan sesuai yang tercantum dalam BATB kawasan hutan dan tergambar dalam peta
penetapan kawasan hutan
BAB V
S T A N D A R
Bagian Pertama
Penunjukan Kawasan Hutan
Pasal 11
(1) Standar penunjukan kawasan hutan terhadap areal yang akan ditunjuk adalah:
a. Diusulkan oleh Pemda dan DPRD berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan (dan
Perairan) Propinsi dan atau Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi/ Kebupaten
(RTRWP/ RTRWK) dan nama kelompok hutannya.
b. Peta Penunjukan dibuat dengan minimal skala 1 : 250.000 tergantung luas kawasan
yangditunjuk serta memenuhi kaidah-kaidah pemetaan.
(2) Keputusan penunjukan kawasan hutan oleh :
a. Menteri apabila Kawasan Pelestarian Alam, Kawasan Suaka Alam dan Taman Buru
dan Hutan Lindung serta Hutan Produksi lintas propinsi.
b. Gubernur apabila Hutan Lindung dan Hutan Produksi dalam wilayah propinsi.
Sumber: www.dephut.go.id 7
Bagian Kedua
Penataan Batas Kawasan Hutan
Pasal 12
(1) Standar penataan batas kawasan hutan dirinci menurut status, trayek batas, patok dan pal
batas (kawasan hutan), patok dan pal batas (kawasan perairan) dan Panitia Tata Batas
Kawasan Hutan.
(2) Standar status areal yang ditata batas sebagai kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 12 ayat (1) adalah:
a. Dibuat Berita Acara Pengakuan Hasil Pembuatan batas yang ditandatangani oleh
Wakil/ Tokoh/ Ketua adat masyarakat setempat, Kepala Desa, Instansi Kehutanan
Daerah, Camat, Ketua Tim Pelaksana Tata Batas, dan Bupati/Walikota.
b. Dibuat Berita Acara Persetujuan Hasil Pembuatan Batas Sementara yang
ditandatangani Panitia Tata Batas.
(3) Standar trayek batas areal yang ditata batas sebagai kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) adalah:
a. Titik ikat meliputi titik triangulasi, titik dopler, titik hasil perhitungan dengan alat
GPS, titik markant (keberadaannya di lapangan kedudukannya tepat dengan yang
tergambar di peta dasar).
b. Rintis batas dibuat dengan cara melakukan pembersihan selebar ± 2 meter sehingga
menyerupai jalur.
c. Lorong batas dibuat dengan ukuran 150 cm dengan selokan/ parit berukuran (30 x 30
x 30) cm kiri kanan lorong batas (lampiran 1).
Pasal 13
(1) Standar patok dan pal batas (kawasan hutan) areal yang ditata batas sebagai kawasan
hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) adalah:
a. Patok batas dipancang sepanjang rintis batas dengan jarak 25 meter sampai 150 meter
kecuali di Pulau Jawa dan Pulau Madura dengan jarak 25 meter sampai 75 meter.
b. Pal batas dibuat dari :
1. Beton bertulang besi ukuran 10 cm x 10 cm dengan panjang 130 cm termasuk
bagian yang ditanam dalam tanah sedalam 60 cm seperti gambar pada lampiran
2.
2. Kayu kelas awet I dan atau awet II atau kayu hasil pengawetan dengan ukuran
15 cm x 15 cm dengan panjang 130 cm termasuk bagian yang ditanam dalam
tanah 60 cm sedang bagian yang ditanam dipoles dengan residu/ cat meni
seperti gambar pada lampiran 3.
c. Cara penulisan huruf dan nomor pal batas sebagai berikut :
1. Pal batas yang membatasi kawasan hutan dengan areal bukan kawasan hutan
(disebut batas luar kawasan hutan) ditulis huruf B pada sisi pal yang
menghadap ke arah luar kawasan hutan.
Sumber: www.dephut.go.id 8
2. Pada sisi pal batas yang menghadap ke dalam kawasan hutan ditulis inisial/
kode singkatan huruf fungsi hutan yang bersangkutan sebagai berikut sesuai
dengan gambar pada lampiran 4.
CA = Cagar Alam
SM = Suaka Margasatwa
TN = Taman Nasional
TWA = Taman Wisata Alam
THR = Taman Hutan Raya
TB = Taman Buru
HL = Hutan Lindung
HPT = Hutan Produksi Terbatas
HP = Hutan Produksi Tetap
(2) Standar patok dan pal batas (kawasan perairan) yang ditata batas sebagai kawasan
perairan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) adalah:
a. Titik Referensi
1. Penentuan Lokasi Titik Referensi
a. Pada kondisi tanah yang relatif stabil
b. Terhindar dari bahaya erosi/ abrasi gelombang laut
c. Mudah diketemukan
d. Mudah untuk dijangkau
e. Di daerah terbuka
f. Ruang pandang ke arah area lokasi cukup luas
g. Pada status kepemilikan tanah yang jelas atau tanah milik pemerintah
2. Bentuk dan dimensi pilar terdiri dari :
a. Pagar titik referensi (lampiran 6)
b. Bangunan titik referensi (lampiran 7)
c. Pilar titik referensi (lampiran 8)
d. Pilar titik bantu (lampiaran 9)
e. Pilar titik referensi dan pilar bantu (lampiran 10) (tampak atas)
f. Brass Tablet (lampiran 11)
g. Tanda sisi pilar (lampiran 12)
b. Rambu tanda khusus (rambu suar). Spesifikasi teknis rambu suar meliputi :
1. Lokasi
2. Posisi (lintang dan bujur)
3. Konstruksi : tiang tunggal O 20-40 cm warna kuning retroreflecting
4. Warna cahaya : kuning
5. Irama/ periode : CK 4 detik; dan sebagainya
6. Jarak tampak : 8 mil laut
7. Elevasi : 15 meter
8. Sumber cahaya : sistem tenaga surya
Sumber: www.dephut.go.id 9
9. Tanda puncak : bentuk "X" diagonal warna kuning retroflecting
Bentuk gambar rambu suar seperti lampiran 13.
Pasal 14
Standar Panitia Tata Batas areal yang ditata batas sebagai kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) adalah Pejabat Instansi Pemda, pejabat instansi kehutanan
yang menangani pengukuhan kawasan hutan di daerah, Kepala Desa, Tokoh/ Ketua adat
masyarakat setempat untuk kawasan hutan (daratan) sedang untuk kawasan konservasi
perairan ditambah pejabat instansi perhubungan, navigasi dan perikanan di daerah.
Bagian Ketiga
Pemetaan Kawasan Hutan
Pasal 15
(1) Standar pemetaan kawasan hutan dirinsi menurut Peta Tata Batas dan Berita Acara Tata
Batas Kawasan Hutan yang akan dipetakan.
(2) Standar peta tata batas areal yang dipetakan sebagai kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) adalah:
a. Ukuran peta 60 cm x 80 cm (termasuk informasi tepi)
b. Dibuat klise dengan judul Peta Tata Batas dengan minimal skala 1 : 25.000
c. Pembuatan Peta Tata Batas mengikuti kaidah-kaidah pemetaan
(3) Standar Berita Acara Tata Batas areal yang dipetakan sebagai kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) adalah memuat informasi antara lain:
a. Nama kawasan (fungsi hutan)/ kelompok hutan
b. Nomor dan tanggal keputusan penunjukan kawasan hutan
c. Letak lokasi berdasarkan administrasi pemerintahan (wilayah kecamatan, kabupaten/
kota, propinsi)
d. Realisasi panjang batas dan luas kawasan hutan
e. Keterangan informasi tepi peta sesuai dengan kaidah kartografis
f. Nama personal Panitia Tata Batas serta jabatan dan kedudukannya serta cap/ stempel
instansinya
g. Kolom tanggal pengesahan Berita Acara Tata Batas dan Peta Tata Batas disetujui dan
ditandatangani oleh Panitia Tata Batas (contoh Berita Acara Tata Batas pada lampiran
5)
Bagian Keempat
Penetapan Kawasan Hutan
Pasal 16
(1) Standar penetapan kawasan hutan dirinci menurut peta penetapan kawasan hutan dan
keputusan penetapan kawasan hutan yang akan ditetapkan.
(2) Standar peta penetapan kawasan hutan areal yang ditetapkan sebagai kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1) adalah:
Sumber: www.dephut.go.id 10
a. Peta kawasan hutan yang akan ditetapkan bersumber dari hasil penataan batas temu
gelang, tercantum dalam BATB dan peta tata batasnya serta mempunyai legalitas
pengesahan.
b. Diperoleh luas kawasan hutan dari kombinasi batas yang telah ditandatangani Panitia
Tata Batas dan batas admnistrasi pemerintahan yang tercantum dalam peta dasar
(kabupaten dan propinsi).
(3) Standar keputusan penetapan kawasan hutan areal yang ditetapkan sebagai kawasan hutan
sebagaimana pada Pasal 16 ayat (1) adalah dibuat rangkap 8 (delapan) diperuntukkan bagi:
a. Pejabat Eselon I terkait di Departemen Kehutanan
b. Gubernur
c. Dinas Kehutanan Propinsi
d. Bupati/ Walikota
e. Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan
f. Instansi Kehutanan yang menangani pengukuhan kawasan hutan di daerah
BAB VI
HASIL KEGIATAN
Bagian Pertama
Penunjukan Kawasan Hutan
Pasal 17
Hasil kegiatan penunjukan kawasan hutan yang akan ditunjuk adalah :
a. Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan untuk Kawasan
Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru, serta Kawasan Hutan
Lindung dan Hutan Produksi lintas propinsi.
b. Keputusan Gubernur tentang Penunjukan Kawasan Hutan untuk Hutan Lindung dan
Hutan Produksi dalam satu wilayah propinsi.
c. Peta Penunjukan Kawasan Hutan sebagai lampiran dari Keputusan Menteri Kehutanan
atau Gubernur.
Bagian Kedua
Penataan Batas Kawasan Hutan
Pasal 18
Hasil kegiatan penataan batas kawasan hutan adalah :
a. Patok batas sementara
b. Pal batas definitif
Bagian Ketiga
Pemetaan Kawasan Hutan
Pasal 19
Hasil kegiatan pemetaan kawasan hutan adalah :
a. Peta Tata Batas Kawasan Hutan
b. Berita Acara Tata Batas
Sumber: www.dephut.go.id 11
Bagian Keempat
Penetapan Kawasan Hutan
Pasal 20
Hasil kegiatan penetapan kawasan hutan adalah :
a. Peta Penetapan Kawasan Hutan yang bersumber dari hasil penataan batas temu gelang
yangtercantum dalam BATB
b. Keputusan Menteri tentang penetapan kawasan hutan
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Kawasan hutan yang sebelumnya telah ditunjuk, ditata batas atau ditetapkan oleh Menteri dan
selaras dengan peta penunjukan kawasan hutan (perairan) yang ditetapkan oleh Menteri masih
tetap berlaku.
Pasal 22
Kawasan hutan yang telah ditata batas dan tidak selaras dengan peta penunjukan kawasan
hutan (dan perairan) yang ditetapkan oleh Menteri masih tetap berlaku sampai dengan
diterbitkannya Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan yang selaras dengan peta penunjukan
kawasan hutan (dan perairan) tersebut dan dinyatakan penghapusannya di dalam Berita Acara
Tata Batas Kawasan Hutan.
BAB VIII
P E N U T U P
Pasal 23
Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan ini sebagai dasar acuan :
a. Gubernur untuk menyusun pedoman penyelenggaraan penunjukan kawasan HL dan
HP atau penataan batas kawasan hutan.
b. Bupati/ Walikota untuk menyusun petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
penyelenggaraan penataan batas kawasan hutan.
Pasal 24
Dengan ditetapkannya keputusan ini, maka :
a. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 399/kpts-II/1990 tanggal 6 Agustus 1990 jo.
Nomor 634/Kpts-II/1996 tanggal 7 Oktober 1996;
b. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 400/kpts-II/1990 tanggal 6 Agustus 1990 jo.
Nomor 635/Kpts-II/1996 tanggal 7 Oktober 1996;
yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Sumber: www.dephut.go.id 12
Pasal 25
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 12 Pebruari 2001
MENTERI KEHUTANAN,
ttd.
Dr. Ir. NUR MAHMUDI ISMAIL, MSc.
Salinan Keputusan ini
Disampaikan kepada Yth. :
1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta
2. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah/ Kepala Badan Pertanahan Nasional di
Jakarta
3. Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah di Jakarta
4. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta
5. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta
6. Menteri Negara Lingkungan Hidup/ Kepala Bappedal di Jakarta
7. Menteri Pertanian di Jakarta
8. Menteri Negara Eksplorasi Laut dan Perikanan di Jakarta
9. Kepala BAPPENAS di Jakarta
10. Para Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan di Jakarta
11. Para Gubernur di seluruh Indonesia
12. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia
13. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi di seluruh Indonesia
14. Kepala Unit Perum Perhutani I, II dan III di Tempat
15. Kepala Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan di seluruh Indonesia
16. Kepala Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan di seluruh Indonesia
17. Para Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam di seluruh Indonesia
18. Para Kepala Balai Taman Nasional di seluruh Indonesia
19. Para Kepala Unit Konservasi Sumber Daya Alam di seluruh Indonesia
20. Para Kepala Unit Taman Nasional di seluruh Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar