BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan
suatu kegiatan di dalam melestarikan sumber daya alam dan lingkungan. Dalam hal
pengelolaan DAS, berbagai studi telah dilakukan untuk mendukung analisis dan
pengambilan keputusan terkait tataguna lahan. Salah satunya melalui pendekatan
karakteristik DAS dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG).
Untuk dapat mengetahui keberhasilan pengelolaan DAS, informasi mengenai
karakteristik fisik DAS yang sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan keadaan
jaringan sungai secara kuantitatif diistilahkan sebagai morfometri suatu DAS
merupakan hal yang harus dikuasai. Morfometri DAS sangat ditentukan oleh kondisi
fisiografi dan iklim terutama hujan. Sifat morfometri antara lain : pola aliran
sungai, bentuk DAS, elevasi dan kemiringan DAS (Priyono dan Savitri,1997).
Sub DAS Kali Madiun merupakan salah
satu daerah aliran sungai yang merupakan bagian dari DAS Solo. Kurang
tersedianya informasi spasial yang ideal untuk mendukung seluruh ruang lingkup
analisis morfometri Sub DAS Kali Madiun baik dalam aspek kuantitatif dan
kualitatif bagaimanapun harus ditutupi dengan pemanfaatan data satelit
penginderaan jauh yang dikombinasikan dengan data spasial lainnya melalui
pendekatan SIG. Pengukuran morfometri yang dilakukan dengan
berbasis sistem informasi geografis sangat membantu untuk mendapatkan data
kuantitatif mengenai sub DAS Kali Madiun secara cepat. Dengan mengetahui
karakteristik morfometri sub DAS Kali Madiun, maka analisis mengenai keadaan
sub DAS Kali Madiun akan lebih mudah. Keadaan morfometri akan berguna dalam
menentukan sebuah keputusan pengelolaan suatu daerah sungai, misalnya dalam
penanggulangan banjir,erosi,sedimentasi dan lain-lain. Oleh karena itu,
praktikum kali ini mencoba memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Geografi
(SIG) yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menganalisis morfometri
DAS, terkait dengan kemampuan dan kapasitas SIG sebagai sistem informasi.
1.2 Tujuan
Mahasiswa
dapat mengukur morfometri DAS Kali Madiun secara kuantitatif
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
3.1 Luas, Panjang dan Lebar DAS
Luas DAS diukur pada foto udara, peta topografi dan
peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau peta-peta planimetri yang telah didelineasi
batas-batas yang akan diukur luasnya sampai tingkat Sub DAS (hidrologi) dan
kecamatan (administratif) dengan menggunakan planimeter dan digitasi pada
sistem SIG. Luas, panjang, serta lebar sungai untuk setiap DAS berbeda-beda.
Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut batas daerah
pengaliran. Luas daerah sungai diperkirakan dengan pengukuran daerah itu pada
peta topografi (Sosrodarsono dan Takeda,
2003). DAS dengan bentuk sempit dan memanjang mempunyai bentuk hidrograf
aliran yang landai, sebaliknya DAS yang mempunyai bentuk yang melebar mempunyai
hidrograf aliran lebih meruncing (Priyono
dan Savitri, 1997).
3.2 Bentuk DAS
Bentuk suatu daerah aliran mempengaruhi hidrograf
aliran sungai dan debit aliran puncak. Banyak yang telah dilakukan untuk
mengembangkan suatu faktor yang menggambarkan bentuk daerah aliran melalui
suatu indeks numerik tunggal. Daerah aliran cenderung berbentuk bidang bulat
seperti buah pear, namun aspek geologis menimbulkan sejumlah penyimpangan yang
patut diperhatikan (Linsley dkk, 1996 dalam Hidayah, 2008).
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003)
koefisien bentuk DAS dapat dihitung melalui perbandingan antara luas
DAS dengan kuadrat panjang sungai utama. Sosrodarsono dan Takeda (2003),
menjelaskan bahwa bentuk–bentuk wilayah pengaliran DAS dapat diperinci sebagai
berikut:
1)
Daerah pengaliran berbentuk bulu burung, merupakan suatu jalur daerah di kiri
dan di kanan sungai utama yang anak–anak sungainya mengalir ke sungai utama.
Pada daerah pengaliran ini memiliki debit banjir yang kecil karena waktu tiba
banjir dari anak–anak sungai relatif jauh dan berbeda–beda (Gambar 1).
2)
Daerah pengaliran berbentuk radial, merupakan daerah pengaliran yang berbentuk
kipas atau lingkaran dengan anak–anak sungai mengkonsentrasikan ke suatu titik secara
radial (Gambar 1). Daerah pengaliran dengan corak demikian cenderung
mengakibatkan debit banjir yang lebih besar di dekat pertemuan anak–anak
sungai.
3)
Daerah pengaliran berbentuk paralel, bentuk ini mempunyai corak berupa dua
jalur daerah pengaliran yang bersatu di bagian hilir dan banjir yang terjadi di
bagian hilir pertemuan antara sungai–sungai tersebut (Gambar 1).
Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, (2003)
Gambar 1. Bentuk Aliran Sungai
Bentuk DAS memanjang dan sempit cenderung
menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS
yang berbentuk melebar atau melingkar. Hal ini terjadi karena konsentrasi DAS
yang memanjang lebih lama dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar atau
melingkar, sehingga terjadinya konsentrasi air di titik kontrol lebih lambat
yang berpengaruh pada laju dan volume aliran permukaan (Asdak, 1995). Sebagai konsekuensinya konsentrasi air pada DAS
bentuk bulu burung akan lebih rendah dibanding bentuk circular (Sudarmadji, 1997 dalam Hidayah 2008).
3.3 Orde dan Tingkat Percabangan
Sungai
Metode kuantitatif untuk mengklasifikasikan sungai
dalam DAS adalah pemberian orde sungai maupun cabang-cabangnya secara
sistematis. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam
urutannya terhadap induk sungai di dalam suatu DAS. Dengan demikian makin
banyak jumlah orde sungai akan semakin luas pula DASnya dan akan semakin
panjang pula alur sungainya. Berdasarkan Metode Strahler, alur sungai paling
hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama (orde 1),
pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde 2), demikian seterusnya
sampai pada sungai utama ditandai dengan nomer orde yang paling besar (Anonim, 2007 dalam Hidayah 2008).
Anonim (2007) dalam
Hidayah (2008), indeks tingkat percabangan sungai (Rb) dapat
dinyatakan dengan keadaan sebagai berikut:
- Rb < 3 : Alur sungai tersebut akan mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat, sedangkan penurunannya berjalan lambat.
- Rb > 5 : Alur tersebut mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat, demikian pula penurunannya akan berjalan dengan cepat.
- Rb 3 - 5 : Alur sungai tersebut mempunyai kenaikan dan penurunan muka air banjir yang tidak terlalu cepat atau tidak terlalu lambat.
3.4 Kerapatan Sungai
Kerapatan sungai adalah suatu indeks yang
menunjukkan banyaknya anak sungai dalam suatu daerah pengaliran. Kerapatan
sungai rendah terlihat pada daerah dengan jenis tanah yang tahan terhadap erosi
atau sangat permeable dan bila reliefnya kecil. Nilai yang tinggi dapat
terjadi pada tanah yang mudah tererosi atau relatif kedap air, dengan kemiringan
tanah yang curam, dan hanya sedikit ditumbuhi tanaman (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Kerapatan daerah aliran (drainase)
juga merupakan faktor penting dalam menentukan kecepatan air larian. Semakin
tinggi kerapatan daerah aliran, semakin besar kecepatan air larian untuk curah
hujan yang sama. Anonim (2007) dalam
Hidayah (2008), klasifikasi indeks kerapatan sungai adalah sebagai berikut
:
• Dd: < 0,25 km/km2 :
Rendah
• Dd: 0,25 - 10 km/km2 :
Sedang
• Dd: 10 - 25 km/km2 :
Tinggi
• Dd: > 25 km/km2 :
Sangat Tinggi
Berdasarkan
indeks tersebut di atas, dapat diperkirakan suatu gejala yang berhubungan
dengan aliran sungai, yaitu :
·
Jika nilai Dd rendah, maka
alur sungai melewati batuan dengan resistensi keras
sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran
sungai lebih kecil jika dibandingkan pada alur
sungai yang melewati batuan dengan resistensi yang lebih lunak, apabila kondisi lain yang mempengaruhinya
sama.
·
Jika nilai Dd sangat tinggi,
maka alur sungainya melewati batuan yang kedap air. Keadaan ini akan menunjukan
bahwa air hujan yang menjadi aliran akan lebih besar jika dibandingkan suatu
daerah dengan Dd rendah melewati batuan yang permeabelitasnya besar. Sosrodarsono dan Takeda (2003) menyatakan
bahwa biasanya indeks kerapatan sungai adalah 0,30 sampai 0,50 dan dianggap
sebagai indeks yang menunjukan keadaan topografi dan geologi dalam DAS. Indeks
kerapatan sungai akan kecil pada kondisi geologi yang permeable, di
pegunungan-pegunungan dan di lereng-lereng, tetapi besar untuk daerah yang
banyak curah hujannya. Anonim (2007)
dalam Hidayah (2008), menyatakan bahwa jika nilai kerapatan aliran sungai
lebih kecil dari 1 mile/mile2 (0,62 km/km2), maka DAS akan mengalami penggenangan,
sedangkan jika nilai kerapatan aliran sungai lebih besar dari 5 mile/mile2
(3,10 km/km2), maka DAS akan sering mengalami kekeringan.
BAB III
METODELOGI
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum Pengukuran Morfometri Daerah Aliran Sungai
(DAS) Secara Kuantitatif ini dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 9 Maret 2012
pada pukul 14.00 – 17.00 WIB yang bertempat di ruang LG. 201
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum Pengukuran
Morfometri DAS Seraca Kuantitatif ini adalah Laptop, Software AcrGIS 9.3,
Software Microsoft Office Excel. Sedangkan bahan yang digunakan adalah data
digital sub-DAS Madiun.
3.3
Langkah Kerja
1.
Membuka
aplikasi ArcGIS-ArcMap dan menambahkan data yang akan dianalisis, setelah memasukkan
data dilakukan pemotongan raster dengan cara masuk ke 3D analysis àconvert
à
raster to feature.
2. Langkah ke dua : Data manajemen
Tools à
project n tranfer à project àmasukan data à atur UTM di UTM 1894 49 S
3. Kemudian, Layer klik kanan àKlik propertise à
dan membuat UTM seperti langkah diatas
4. Kemudian, Spatial statistik tools à
central feature, untuk mendapatkan
titik tengah obyek
5. Drawing
persegi di tengah titik à buat sampai menutupi setengah das
6. Analysis
tools à
clip à
input data das UTM à ouput das
centra poli à
menyimpan data
7. Mengukur luas DAS, Luas bagian
hulu (RuA) = Au/A, Lebar DAS = Luas DAS / Panjang sungai induk, Ordo sungai dan kerapatan sungai (Dd= L/A)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Bentuk Polygon Sub-DAS Madiun
Gambar 2. Bagian Hulu
Sub-DAS Madiun
Tabel 1. Jumlah Sungai
Tiap Ordo Pada Sub-DAS Madiun
Ordo
|
Jumlah
|
1
|
1078
|
2
|
548
|
3
|
288
|
4
|
152
|
5
|
35
|
6
|
25
|
7
|
13
|
Table 2. Panjang Jaringan Sungai Tiap Ordo Pada
Sub-DAS Madiun
Ordo ke-
|
Panjang (m)
|
1
|
1854268.87
|
2
|
1059538.96
|
3
|
510128.66
|
4
|
239737.17
|
5
|
36603.79
|
6
|
41434.74
|
7
|
12215.71
|
Total
|
3753927.9
|
Table 3. Karakteristik Sub-DAS Madiun
No
|
Karakteristik
|
Ukuran
|
1
|
Luas Sub-DAS Madiun
|
3699.80
km2
|
2
|
Luas Hulu Sub-DAS Madiun
|
1845.36
km2
|
3
|
Keliling Sub-DAS Madiun
|
286.99
km
|
Table 4. Hasil Perhitungan Morfometri
No
|
Morfometri
|
Ukuran
|
1
|
Kerapatan Drainase (km/km2)
|
1.02
|
2
|
Nisbah Sirkulatori
|
0.56
|
3
|
Koefisien Kemanpatan (Kf)
|
1.33
|
4
|
Factor Sumber
|
0.49
|
5
|
Frekuensi Sumber (SN)
|
0.50
|
6
|
Luas Hulu (RUA)
|
0.499
|
Table 5. Tingkat Percabangan Sungai
No
|
Percabangan
Ke-
|
Tingkat
Percabangan
|
1
|
Ordo 1 ke ordo 2
|
1.97
|
2
|
Ordo 2 ke ordo 3
|
1.90
|
3
|
Ordo 3 ke ordo 4
|
1.89
|
4
|
Ordo 4 ke ordo 5
|
4.34
|
5
|
Ordo 5 ke ordo 6
|
1.40
|
6
|
Ordo 6 ke ordo 7
|
1.92
|
Pada praktikum Pengukuran Morfometri Daerah Aliran
Sungai Secara Kuantitatif ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak GIS.
Dengan menggunakan GIS dapat dilakukan perhitungan beberapa karakteristik dari
suatu DAS. Beberapa karakteristik DAS yang dapat dilihat atau diperoleh datanya
dengan menggunakan GIS adalah luas dari DAS, luas bagian hulu DAS, Perimeter
DAS, jumlah ordo sungai, jumlah sungai, panjang sungai setiap ordo maupun
panjang total sungai secara keseluruhan dalam DAS tersebut.
Pada praktikum kali ini, dilakukan perhitungan morfometri
DAS, seperti : kerapatan drainase DAS, nisbah sirkulatori, kefisien kemanpatan,
factor sumber, frekuensi sumber, luas bagian hulu dari sub-DAS madiun dan
percabangan sungai pada sub-DAS Madiun. Pengukuran untuk morfometri DAS
tersebut dilakukan dengan data yang diperoleh dari analisis sub-DAS Madiun
dengan menggunakan perangkat lunak GIS.
Untuk kerapatan drainase pada sub-DAS Madiun
diperoleh sebesar 1.02 km/km2. Dengan demikian, kerapatan drainase
pada sub-DAS Madiun menurut Anonim (2007) dalam Hidayah (2008) kerapatan
drainase sub-DAS Madiun termasuk kategori mimiliki kerapatan sedang.
Untuk nisbah sirkulatori pada sub-DAS Madiun
diperoleh sebesar 0.56. Nisbah sirkulatori ini bertujuan untuk melihat bentuk
DAS, perbandingan antara luas DAS degan luas DAS yang dihitung secara rumus
lingkarang. Dengan demikian nisbah sirkulatori ini bertujuan untuk melihat
seberapa bulat atau berbentuk lingkaran suatu DAS. Jadi semakin mendekati nilai
1 nisbah sirkulatori suatu DAS/Sub-DAS maka semakin berbentuk lingkaran
DAS/sub-DAS tersebut. Jadi, bentuk dari Sub-DAS madiun ini 56% mendekati bentuk
lingkaran.
Koefisien kemanpatan dari sub-DAS Madiun sebesar
1.33. Koefisien kamanpatan ini bertujuan untuk melihat perbandingan antara
perimeter DAS dengan keliling DAS yang diasumsikan berbentuk lingkaran.
Factor sumber pada sub-DAS Madiun sebesar 0.49.
Faktor sumber ini bertujuan untuk melihat tingkat sumber aliran air pada suatu
DAS/Sub-DAS yang kemudian akan menentukan waktu konsentrasi debit aliran air
pada DAS/sub-DAS tersebut. Factor sumber ini dihitung dengan membandingkan
panjang total sungai ordo pertama dengan panjang total sungai di DAS/sub-DAS
tersebut. Semakin tinggi factor sumbernya, maka semakin panjang waktu
konsentrasi debit sungainya. Jadi, waktu konsentrasi debit sungai pada sub-DAS
Madiun termasuk normal yaitu mendekati 50%.
Frekuensi sumber pada sub-DAS Madiun sebesar 0.50.
Frekuensi sumber ini bertujuan untuk melihat perbandingan antara jumlah
jaringan sungai ordo pertama dengan jumlah total jaringan sungai yang ada pada
suatu DAS/sub-DAS. Frekuensi sumber ini dapat menetukan waktu dasar debit
sungai pada outlet suatu DAS/sub-DAS. Semakin tinggi nilai factor sumber, maka
semakin panjang waktu dasarnya. Pada kasus sub-DAS Madiun, waktu dasarnya
relative normal karena nilainya sebesar 50%.
Luas bagian hulu dari Sub-DAS madiun adalah sebesar
1845.36 km2 dan luas sub-DAS secara keseluruhan adalah 3699.80 km2.
Jadi perbandingan luas bagian hulu dengan keseluruhan dari sub-DAS Madiun
adalah sebesar 0.499. dngan demikian sub-DAS Madiun terbagi rata antara hulu
dan hilirnya, karena nilai luas bagian hulu sebesar 49.9% atau mendekati
setengah dari total luas sub-DAS Madiun.
Tingkat percabangan sungai pada sub-DAS Madiun
memiliki nilai yang beragam. Hal ini dipengaruhi jumlah jaringan sungai di
setiap tingkatan ordo sungai.
KESIMPULAN
Mengukur morfometri Sub-DAS Madiun dapat dilakuakn
dengan menggunakan perangkat lunak GIS dengan membangkitkan data-data seperti :
luas DAS/sub-DAS, luas bagian hulu DAS/sub-DAS, perimeter, jumlah ordo sungai
serta jumlah jaringan sungai tiao ordo, panjang jaringan sungai, dan lain-lain.
Dengan memperoleh data-data tersebut maka dapat diukur karakteristik morfometri
dari DAS/sub-DAS tersebut, seperti kerapatan drainase, nisbah sirkulatori,
koefisien kemanpatan, factor sumber, frekuensi sumber, luas bagian hulu
DAS/sub-DAS, tingkat percabangan sungai, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1995. Hidrologi
dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Hidayah,R.2008.Analisis
Morfometri Sub Daerah Aliran Sungai Karangumus dengan Aplikasi Sistem Informasi
Georafis.Samarinda:Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman.[skripsi]
Priyono,C.N.S
dan Savitri,E.1997.Hubungan antara
Morfometri dengan Karakteristik Hidrologi suatu Daerah Aliran Sungai (DAS):
Studi kasus Sub DAS Wader.Jakarta: Buletin Pengelolaan DAS Vol.III.No.2.
Sosrodarsono dan
Takeda, 2003. Hidrologi Untuk Pengairan.Jakarta: Pradnya Paramita.
Boleh minta file beserta gambarnya kak ? Kalau boleh kirim ke pras7207@gmail.com .Makasih
BalasHapus