Senin, 16 April 2012

Pengukuran morfometri berbasis DAS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kegiatan di dalam melestarikan sumber daya alam dan lingkungan. Dalam hal pengelolaan DAS, berbagai studi telah dilakukan untuk mendukung analisis dan pengambilan keputusan terkait tataguna lahan. Salah satunya melalui pendekatan karakteristik DAS dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG). Untuk dapat mengetahui keberhasilan pengelolaan DAS, informasi mengenai karakteristik fisik DAS yang sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan keadaan jaringan sungai secara kuantitatif diistilahkan sebagai morfometri suatu DAS merupakan hal yang harus dikuasai. Morfometri DAS sangat ditentukan oleh kondisi fisiografi dan iklim terutama hujan. Sifat morfometri antara lain : pola aliran sungai, bentuk DAS, elevasi dan kemiringan DAS (Priyono dan Savitri,1997).
Sub DAS Kali Madiun merupakan salah satu daerah aliran sungai yang merupakan bagian dari DAS Solo. Kurang tersedianya informasi spasial yang ideal untuk mendukung seluruh ruang lingkup analisis morfometri Sub DAS Kali Madiun baik dalam aspek kuantitatif dan kualitatif bagaimanapun harus ditutupi dengan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh yang dikombinasikan dengan data spasial lainnya melalui pendekatan SIG. Pengukuran morfometri yang dilakukan dengan berbasis sistem informasi geografis sangat membantu untuk mendapatkan data kuantitatif mengenai sub DAS Kali Madiun secara cepat. Dengan mengetahui karakteristik morfometri sub DAS Kali Madiun, maka analisis mengenai keadaan sub DAS Kali Madiun akan lebih mudah. Keadaan morfometri akan berguna dalam menentukan sebuah keputusan pengelolaan suatu daerah sungai, misalnya dalam penanggulangan banjir,erosi,sedimentasi dan lain-lain. Oleh karena itu, praktikum kali ini mencoba memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menganalisis morfometri DAS, terkait dengan kemampuan dan kapasitas SIG sebagai sistem informasi.
1.2  Tujuan
Mahasiswa dapat mengukur morfometri DAS Kali Madiun secara kuantitatif





























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Luas, Panjang dan Lebar DAS
Luas DAS diukur pada foto udara, peta topografi dan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau peta-peta planimetri yang telah didelineasi batas-batas yang akan diukur luasnya sampai tingkat Sub DAS (hidrologi) dan kecamatan (administratif) dengan menggunakan planimeter dan digitasi pada sistem SIG. Luas, panjang, serta lebar sungai untuk setiap DAS berbeda-beda. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut batas daerah pengaliran. Luas daerah sungai diperkirakan dengan pengukuran daerah itu pada peta topografi (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). DAS dengan bentuk sempit dan memanjang mempunyai bentuk hidrograf aliran yang landai, sebaliknya DAS yang mempunyai bentuk yang melebar mempunyai hidrograf aliran lebih meruncing (Priyono dan Savitri, 1997).

3.2 Bentuk DAS
Bentuk suatu daerah aliran mempengaruhi hidrograf aliran sungai dan debit aliran puncak. Banyak yang telah dilakukan untuk mengembangkan suatu faktor yang menggambarkan bentuk daerah aliran melalui suatu indeks numerik tunggal. Daerah aliran cenderung berbentuk bidang bulat seperti buah pear, namun aspek geologis menimbulkan sejumlah penyimpangan yang patut diperhatikan (Linsley dkk, 1996 dalam Hidayah, 2008). Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003) koefisien bentuk DAS dapat dihitung melalui perbandingan antara luas DAS dengan kuadrat panjang sungai utama. Sosrodarsono dan Takeda (2003), menjelaskan bahwa bentuk–bentuk wilayah pengaliran DAS dapat diperinci sebagai berikut:
1) Daerah pengaliran berbentuk bulu burung, merupakan suatu jalur daerah di kiri dan di kanan sungai utama yang anak–anak sungainya mengalir ke sungai utama. Pada daerah pengaliran ini memiliki debit banjir yang kecil karena waktu tiba banjir dari anak–anak sungai relatif jauh dan berbeda–beda (Gambar 1).
2) Daerah pengaliran berbentuk radial, merupakan daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau lingkaran dengan anak–anak sungai mengkonsentrasikan ke suatu titik secara radial (Gambar 1). Daerah pengaliran dengan corak demikian cenderung mengakibatkan debit banjir yang lebih besar di dekat pertemuan anak–anak sungai.
3) Daerah pengaliran berbentuk paralel, bentuk ini mempunyai corak berupa dua jalur daerah pengaliran yang bersatu di bagian hilir dan banjir yang terjadi di bagian hilir pertemuan antara sungai–sungai tersebut (Gambar 1).
 
Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, (2003)
Gambar 1. Bentuk Aliran Sungai
Bentuk DAS memanjang dan sempit cenderung menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar atau melingkar. Hal ini terjadi karena konsentrasi DAS yang memanjang lebih lama dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar atau melingkar, sehingga terjadinya konsentrasi air di titik kontrol lebih lambat yang berpengaruh pada laju dan volume aliran permukaan (Asdak, 1995). Sebagai konsekuensinya konsentrasi air pada DAS bentuk bulu burung akan lebih rendah dibanding bentuk circular (Sudarmadji, 1997 dalam Hidayah 2008).

3.3 Orde dan Tingkat Percabangan Sungai
Metode kuantitatif untuk mengklasifikasikan sungai dalam DAS adalah pemberian orde sungai maupun cabang-cabangnya secara sistematis. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai di dalam suatu DAS. Dengan demikian makin banyak jumlah orde sungai akan semakin luas pula DASnya dan akan semakin panjang pula alur sungainya. Berdasarkan Metode Strahler, alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama (orde 1), pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde 2), demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan nomer orde yang paling besar (Anonim, 2007 dalam Hidayah 2008).
Anonim (2007) dalam Hidayah (2008), indeks tingkat percabangan sungai (Rb) dapat dinyatakan dengan keadaan sebagai berikut:
  • Rb < 3 : Alur sungai tersebut akan mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat, sedangkan penurunannya berjalan lambat.
  • Rb > 5 : Alur tersebut mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat, demikian pula penurunannya akan berjalan dengan cepat.
  • Rb 3 - 5 : Alur sungai tersebut mempunyai kenaikan dan penurunan muka air banjir yang tidak terlalu cepat atau tidak terlalu lambat.
3.4 Kerapatan Sungai
Kerapatan sungai adalah suatu indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai dalam suatu daerah pengaliran. Kerapatan sungai rendah terlihat pada daerah dengan jenis tanah yang tahan terhadap erosi atau sangat permeable dan bila reliefnya kecil. Nilai yang tinggi dapat terjadi pada tanah yang mudah tererosi atau relatif kedap air, dengan kemiringan tanah yang curam, dan hanya sedikit ditumbuhi tanaman (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Kerapatan daerah aliran (drainase) juga merupakan faktor penting dalam menentukan kecepatan air larian. Semakin tinggi kerapatan daerah aliran, semakin besar kecepatan air larian untuk curah hujan yang sama. Anonim (2007) dalam Hidayah (2008), klasifikasi indeks kerapatan sungai adalah sebagai berikut :
Dd: < 0,25 km/km2 : Rendah
Dd: 0,25 - 10 km/km2 : Sedang
Dd: 10 - 25 km/km2 : Tinggi
Dd: > 25 km/km2 : Sangat Tinggi
Berdasarkan indeks tersebut di atas, dapat diperkirakan suatu gejala yang berhubungan dengan aliran sungai, yaitu :
·   Jika nilai Dd rendah, maka alur sungai melewati batuan dengan resistensi keras sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran sungai lebih kecil jika dibandingkan pada alur sungai yang melewati batuan dengan resistensi yang lebih lunak, apabila kondisi lain yang mempengaruhinya sama.
·   Jika nilai Dd sangat tinggi, maka alur sungainya melewati batuan yang kedap air. Keadaan ini akan menunjukan bahwa air hujan yang menjadi aliran akan lebih besar jika dibandingkan suatu daerah dengan Dd rendah melewati batuan yang permeabelitasnya besar. Sosrodarsono dan Takeda (2003) menyatakan bahwa biasanya indeks kerapatan sungai adalah 0,30 sampai 0,50 dan dianggap sebagai indeks yang menunjukan keadaan topografi dan geologi dalam DAS. Indeks kerapatan sungai akan kecil pada kondisi geologi yang permeable, di pegunungan-pegunungan dan di lereng-lereng, tetapi besar untuk daerah yang banyak curah hujannya. Anonim (2007) dalam Hidayah (2008), menyatakan bahwa jika nilai kerapatan aliran sungai lebih kecil dari 1 mile/mile2 (0,62 km/km2), maka DAS akan mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai kerapatan aliran sungai lebih besar dari 5 mile/mile2 (3,10 km/km2), maka DAS akan sering mengalami kekeringan.















BAB III
METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pengukuran Morfometri Daerah Aliran Sungai (DAS) Secara Kuantitatif ini dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 9 Maret 2012 pada pukul 14.00 – 17.00 WIB yang bertempat di ruang LG. 201

3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum Pengukuran Morfometri DAS Seraca Kuantitatif ini adalah Laptop, Software AcrGIS 9.3, Software Microsoft Office Excel. Sedangkan bahan yang digunakan adalah data digital sub-DAS Madiun.

3.3 Langkah Kerja
1.      Membuka aplikasi ArcGIS-ArcMap dan menambahkan data yang akan dianalisis, setelah memasukkan data dilakukan pemotongan raster dengan cara masuk ke 3D analysis àconvert à raster to feature.
2.      Langkah ke dua : Data manajemen Tools à project n tranfer à project àmasukan data à atur UTM di UTM 1894 49 S
3.      Kemudian, Layer klik kanan àKlik propertise à dan membuat UTM seperti langkah diatas
4.      Kemudian, Spatial statistik tools à central feature, untuk mendapatkan titik tengah obyek
5.      Drawing persegi di tengah titik à buat sampai menutupi setengah das
6.      Analysis tools à clip à input data das UTM à ouput das centra poli à menyimpan data
7.      Mengukur luas DAS, Luas bagian hulu  (RuA) = Au/A, Lebar DAS = Luas DAS / Panjang sungai induk, Ordo sungai dan kerapatan sungai (Dd= L/A)





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1.  Bentuk Polygon Sub-DAS Madiun
Gambar 2. Bagian Hulu Sub-DAS Madiun




Tabel 1. Jumlah Sungai Tiap Ordo Pada Sub-DAS Madiun
Ordo
Jumlah
1
1078
2
548
3
288
4
152
5
35
6
25
7
13

Table 2.  Panjang Jaringan Sungai Tiap Ordo Pada Sub-DAS Madiun
Ordo ke-
Panjang (m)
1
1854268.87
2
1059538.96
3
510128.66
4
239737.17
5
36603.79
6
41434.74
7
12215.71
Total
3753927.9

Table 3.  Karakteristik Sub-DAS Madiun
No
Karakteristik
Ukuran
1
Luas Sub-DAS Madiun
3699.80 km2
2
Luas Hulu Sub-DAS Madiun
1845.36 km2
3
Keliling Sub-DAS Madiun
286.99 km




Table 4.  Hasil Perhitungan Morfometri
No
Morfometri
Ukuran
1
Kerapatan Drainase (km/km2)
1.02
2
Nisbah Sirkulatori
0.56
3
Koefisien Kemanpatan (Kf)
1.33
4
Factor Sumber
0.49
5
Frekuensi Sumber (SN)
0.50
6
Luas Hulu (RUA)
0.499

Table 5.  Tingkat Percabangan Sungai
No
Percabangan Ke-
Tingkat Percabangan
1
Ordo 1 ke ordo 2
1.97
2
Ordo 2 ke ordo 3
1.90
3
Ordo 3 ke ordo 4
1.89
4
Ordo 4 ke ordo 5
4.34
5
Ordo 5 ke ordo 6
1.40
6
Ordo 6 ke ordo 7
1.92

Pada praktikum Pengukuran Morfometri Daerah Aliran Sungai Secara Kuantitatif ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak GIS. Dengan menggunakan GIS dapat dilakukan perhitungan beberapa karakteristik dari suatu DAS. Beberapa karakteristik DAS yang dapat dilihat atau diperoleh datanya dengan menggunakan GIS adalah luas dari DAS, luas bagian hulu DAS, Perimeter DAS, jumlah ordo sungai, jumlah sungai, panjang sungai setiap ordo maupun panjang total sungai secara keseluruhan dalam DAS tersebut.
Pada praktikum kali ini, dilakukan perhitungan morfometri DAS, seperti : kerapatan drainase DAS, nisbah sirkulatori, kefisien kemanpatan, factor sumber, frekuensi sumber, luas bagian hulu dari sub-DAS madiun dan percabangan sungai pada sub-DAS Madiun. Pengukuran untuk morfometri DAS tersebut dilakukan dengan data yang diperoleh dari analisis sub-DAS Madiun dengan menggunakan perangkat lunak GIS.
Untuk kerapatan drainase pada sub-DAS Madiun diperoleh sebesar 1.02 km/km2. Dengan demikian, kerapatan drainase pada sub-DAS Madiun menurut Anonim (2007) dalam Hidayah (2008) kerapatan drainase sub-DAS Madiun termasuk kategori mimiliki kerapatan sedang.
Untuk nisbah sirkulatori pada sub-DAS Madiun diperoleh sebesar 0.56. Nisbah sirkulatori ini bertujuan untuk melihat bentuk DAS, perbandingan antara luas DAS degan luas DAS yang dihitung secara rumus lingkarang. Dengan demikian nisbah sirkulatori ini bertujuan untuk melihat seberapa bulat atau berbentuk lingkaran suatu DAS. Jadi semakin mendekati nilai 1 nisbah sirkulatori suatu DAS/Sub-DAS maka semakin berbentuk lingkaran DAS/sub-DAS tersebut. Jadi, bentuk dari Sub-DAS madiun ini 56% mendekati bentuk lingkaran.
Koefisien kemanpatan dari sub-DAS Madiun sebesar 1.33. Koefisien kamanpatan ini bertujuan untuk melihat perbandingan antara perimeter DAS dengan keliling DAS yang diasumsikan berbentuk lingkaran.
Factor sumber pada sub-DAS Madiun sebesar 0.49. Faktor sumber ini bertujuan untuk melihat tingkat sumber aliran air pada suatu DAS/Sub-DAS yang kemudian akan menentukan waktu konsentrasi debit aliran air pada DAS/sub-DAS tersebut. Factor sumber ini dihitung dengan membandingkan panjang total sungai ordo pertama dengan panjang total sungai di DAS/sub-DAS tersebut. Semakin tinggi factor sumbernya, maka semakin panjang waktu konsentrasi debit sungainya. Jadi, waktu konsentrasi debit sungai pada sub-DAS Madiun termasuk normal yaitu mendekati 50%.
Frekuensi sumber pada sub-DAS Madiun sebesar 0.50. Frekuensi sumber ini bertujuan untuk melihat perbandingan antara jumlah jaringan sungai ordo pertama dengan jumlah total jaringan sungai yang ada pada suatu DAS/sub-DAS. Frekuensi sumber ini dapat menetukan waktu dasar debit sungai pada outlet suatu DAS/sub-DAS. Semakin tinggi nilai factor sumber, maka semakin panjang waktu dasarnya. Pada kasus sub-DAS Madiun, waktu dasarnya relative normal karena nilainya sebesar 50%.
Luas bagian hulu dari Sub-DAS madiun adalah sebesar 1845.36 km2 dan luas sub-DAS secara keseluruhan adalah 3699.80 km2. Jadi perbandingan luas bagian hulu dengan keseluruhan dari sub-DAS Madiun adalah sebesar 0.499. dngan demikian sub-DAS Madiun terbagi rata antara hulu dan hilirnya, karena nilai luas bagian hulu sebesar 49.9% atau mendekati setengah dari total luas sub-DAS Madiun.
Tingkat percabangan sungai pada sub-DAS Madiun memiliki nilai yang beragam. Hal ini dipengaruhi jumlah jaringan sungai di setiap tingkatan ordo sungai.





















KESIMPULAN

Mengukur morfometri Sub-DAS Madiun dapat dilakuakn dengan menggunakan perangkat lunak GIS dengan membangkitkan data-data seperti : luas DAS/sub-DAS, luas bagian hulu DAS/sub-DAS, perimeter, jumlah ordo sungai serta jumlah jaringan sungai tiao ordo, panjang jaringan sungai, dan lain-lain. Dengan memperoleh data-data tersebut maka dapat diukur karakteristik morfometri dari DAS/sub-DAS tersebut, seperti kerapatan drainase, nisbah sirkulatori, koefisien kemanpatan, factor sumber, frekuensi sumber, luas bagian hulu DAS/sub-DAS, tingkat percabangan sungai, dan lain-lain.






















DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hidayah,R.2008.Analisis Morfometri Sub Daerah Aliran Sungai Karangumus dengan Aplikasi Sistem Informasi Georafis.Samarinda:Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman.[skripsi]
Priyono,C.N.S dan Savitri,E.1997.Hubungan antara Morfometri dengan Karakteristik Hidrologi suatu Daerah Aliran Sungai (DAS): Studi kasus Sub DAS Wader.Jakarta: Buletin Pengelolaan DAS Vol.III.No.2.
Sosrodarsono dan Takeda, 2003. Hidrologi Untuk Pengairan.Jakarta: Pradnya Paramita.

1 komentar:

  1. Boleh minta file beserta gambarnya kak ? Kalau boleh kirim ke pras7207@gmail.com .Makasih

    BalasHapus